SELAKSA CINTA
Hampir sejam aku dengarkan celoteh lelaki
tua itu. Ia menggunakan peci kebanggaannya, berkemeja batik, dan bersarung yang
ditenun dari daerah Pangkep, Sulawesi Selatan. Salah satu kakinya bersila di
atas kursi, bibirnya sesekali diposisikan untuk siap berbicara panjang. Setelah
matanya yang menerawang jauh mendapatkan ide, seluruh cerita bertumpah ruah dari
bibirnya yang kehitaman akibat seringnya ia merokok. Sebuah cerita yang panjang
dan berliku.
Lelaki tua itu adalah seorang yang
ambisius. Lahir dari keluarga di desa, ia terobsesi hidup di perkotaan dan
mengadu nasib menjadi juragan toko kelontong. Katanya, “hidup di Makassar itu
susah, kau tau. Banyak orang bilang punya 3 rumah saja di kota sudah cukup
hebat. Kau lihat! Aku sudah memiliki 3 rumah di komplek perumahan ini.”
Curahan kata lelaki tua itu berasal
dari ketinggian hatinya. Ajaibnya, aku sesekali dapat melihat bagaimana kakek
ku yang sudah lama meninggal menjelma menjadi dirinya. Kakekku menjadi bagian
yang tidak terdapat pada diri lelaki tua itu. Lalu, kakek ku yang telah lama
meninggal menatap sendu langsung ke arah mataku, dan berkata di dalam alam
pikiranku, “Berhati-hatilah kau, ampo’-ku.
Cinta mu sungguh berbahaya.”
Bulu kuduk ku meremang. Rasa dingin
menancap di tulang belakang ku dan meyebar ke seluruh pori-pori permukaan
kulitku. Aku tau kau mengetahuinya kakek ku tersayang. Kau selalu
memperhatikanku dari langit di tempatmu kini berada.
Kembali aku tersadar dari lamunanku.
Ku lihat, lelaki tua itu masih
berbicara. Keahliannya merangkai kisah yang sebenarnya memiliki pokok bahasan
sederhana menjadi sedemikian rumit merupakan salah satu keunggulannya. Namun
isinya sungguh membosankan. Untuk memahami apa yang dibicarakannya, aku perlu
mengambil beberapa ide pokok yang berbeda hingga sampai pada kesimpulan yang sudah
kuduga dan kuperkirakan: lelaki tua itu bersahaja dan pantang menyerah. Sungguh
angkuh.
Lelaki tua itu memang pandai
bercerita. Aku tau dia berkata jujur dari sudut pandangnya sendiri. Aku tak
keberatan jika dia seringkali menambah konflik di dalam ceritanya yang
menjadikan dirinya pahlawan bagi dirinya pribadi. Aku tak peduli.
Aku hanya ingin semakin dekat dengan
anaknya yang kucintai. Maka dari itu aku mampu bertahan dari serbuan buah tutur
dari mulutnya yang mencerca segala interupsi.
Namun lagi-lagi, wujud kakek ku hadir
ketika ayah dari orang yang kucintai itu menjelaskan tentang harapan bagi
anak-anaknya kelak di masa datang. Ku saksikan kakekku berbicara di dalam
mulutnya; bagaimana orang yang kucintai itu diharapkan menjadi gadis yang
beruntung, memiliki keluarga yang bahagia, berkecukupan, memiliki keahlian yang
menunjang kehidupan pribadi dan keluarganya, memiliki anak yang banyak dan sehat jasmani maupun rohani.
Seketika aku memandang wajah kakekku
pada wajah lelaki tua itu dengan sedih.
Aku hanyalah lelaki biasa dari
Jakarta yang merantau di Makassar. Aku memang posesif, begajulan, dan kurang
peka, namun aku yakin aku layak untuk dicinta. Tidakkah aku pantas mendapatkan
ia yang kucintai meski dia merupakan sepupu sekali ku?
***
Cintaku yang berbahaya itu telah
mendapatkan kebahagiaannya. Bersamaku di sampingnya ia tersenyum tulus. Aku pun
tulus tersenyum padanya. Ia telah menikahi pria terbaik yang pernah aku kenal.
Pada malam aku mendapatkan berita
bahwa sepupuku telah menjawab lamaran teman kampusnya, aku menangis hampir
gila. Kesepian melanda diriku yang nelangsa.
Di tiap-tiap malam berikutnya, aku
bagaikan mayat hidup yang hendak keluar dari kuburnya. Paginya aku banyak
termenung. Wajahku makin tirus dan pucat bagaikan pahatan patung di kuburan
belanda. Namun satu hal yang masih ku ingat: Tuhan ku.
Hingga kini, keadaanku masih dapat ku
kendalikan. Segala doa dan harapan telah ku senandungkan kepada Yang Maha
Kuasa.
Di malam menjelang pernikahannya, aku
mendapatkan pemahaman bahwa kita dapat kehilangan cinta yang teramat sangat. Namun
bukan berarti orang lain tidak pantas mencintai kita yang telah kehilangan
cinta.
Mulai kemarin malam aku pun mulai
percaya bahwa Tuhan adalah Sang Maha Cinta. Cinta-Nya yang tidak terhingga
tidak akan habis meski kita gagal mendapatkan cinta yang kita harapkan.
Semangatku bangkit kembali. Aku telah
mendapatkan hidup yang baru yang harus ku jalani.
Aku mencintaimu, sepupuku. Demi seluruh
kebaikan kakek kita di surga.
Posting Komentar untuk "SELAKSA CINTA "