FESTIVAL JAKARTA YANG MENJADI KEBANGGAAN WARGA
Gedung itu dapat terlihat dari Gate 2 Jakarta Fair Kemayoran. Di salah satu jendelanya tampak gosong. Itulah bangunan yang sempat menghebohkan publik Indonesia baru-baru ini.
Pada Minggu (3/3) kemarin media massa online heboh memberitakan Pekan Raya Jakarta mengalami kebakaran.
Penyebabnya tidak diketahui, namun publik terlanjur merasakan ketakutan.
Saya pun penasaran untuk melihat gedung itu dari dekat. Jaraknya dari gate 2 sekitar 800 meter. Saya mendekatinya dengan berjalan kaki kemarin (8/9).
Rupa jalan yang saya lewati tak begitu rapi. Kerikil di mana-mana, gundukan tanah tampak tak terawat. Yang paling menarik perhatian kami adalah gen
angan air yang begitu panjang. Teman saya berkata, “dulu gak ada beginian.”
Begitu sampai di gedung penyebab kehebohan tersebut, di depan pagarnya berdiri bangunan sementara yang terbuat dari tripleks. Dinding tripleknya terpasang papan deskripsi proyek pembangunan gedung. Jelaslah bahwa bangunan ini sedang dalam proses pengerjaan. Apalagi, hampir sebagian besar bangunannya belum diplester sehingga mengekspos susunan-susunan batakonya.
Gedung Pusat Niaga
Tujuan saya berikutnya adalah gate 9. Di sana terdapat gedung Pusat Niaga yang menjadi titik berkumpulnya kami, para blogger Jakarta.
Mulai dari titik kami berdiri memperhatikan lokasi gedung yang menjadi pemberitaan nasional itu hingga ke gate 9 harus dilalui dengan berjalan kembali 800-an meter. Kami pun melangkahkan kaki sedikit berputar karena gedung Pusat Niaga berada di sisi barat laut kawasan JIExpo.
Jika dilihat dari kedatangan para pengunjung tampak masih terlihat antusias di wajah mereka. Orang-orang itu pun tak menampakkan kekhawatiran meski saya yakin mereka pernah mendengar isu musibah tersebut.
Setelah memasuki area gedung, saya langsung menuju lantai 3 untuk beristirahat sejenak di mushola-nya. Lalu segera melakukan liputan bersama rekan-rekan blogger.
Saat hendak turun melalui eskalator, saya terkesima dengan pemandangan di balik kaca lantai 2, gedung Pusat Niaga. Cuaca begitu cerah, stand merchant dipenuhi kelap-kelip lampu, latar musik menggema di segala penjuru. Jakarta Fair hari itu tampak hidup menawarkan barang dan jasa.
Lantai dua ini juga dipenuhi perlengkapan rias khas wanita. Aromanya semerbak menusuk indera penciuman saya. Tapi semarak warna make up tool justru menggerakkan jemari saya untuk mengabadikannya.
Pada kesempatan itu, saya memberanikan diri untuk mewawancarai sales di sana. Dalam keterangannya, ia mengaku sedang bekerja saat kejadian tersebut berlangsung.
“Apakah kejadian kemarin mempengaruhi penjualan?” tanya saya. Ia mengakui bahwa kejadian tersebut benar-benar menurunkan transaksi penjualan alat kosmetiknya. Artinya, bahwa musibah kebakaran kemarin memang efektif melemahkan minat warga mengunjungi Pekan Raya Jakarta Kemayoran.
Namun yang paling menarik adalah bagaimana pengakuannya atas tindakan manajemen kala asap terlihat membumbung di salah satu sudut jendela oleh mata kamera publik. Mereka segera dievakuasi menuju titik berkumpul, sebelum setelahnya segera menyelamatkan barang dagangannya.
Respon penyelamatan yang cepat dan tanggap dilaksanakan pihak manajemen. Sehingga demikian, para merchant dapat kembali menjajakan barang dagangannya dengan aman dan nyaman pasca kehebohan itu selesai.
Permasalahannya kemudian adalah bagaimana meyakinkan warga untuk kembali mendatangi Jakarta Fair? Itulah pernyataan yang tersirat oleh sang sales tersebut.
Pengunjung dalam Sorotan Mata
H+5 dari kejadian pengunjung masih memenuhi ruas-ruas jalan kawasan JIExpo Kemayoran. Saya kesulitan membandingkan besaran pengunjung sebelum dengan sesudah kejadian. Tapi mata saya dipenuhi orang-orang berlalu-lalang.
Kalau dibilang jumlah pengunjung sebanyak itu adalah sepi, mungkin kondisinya kini mulai bergeliat ramai. Kenyataannya memang antusias pengunjung PRJ cukup besar, sehingga sales-sales berwajah muda rupawan itu pun tak sungkan menawarkan barang dagangan kepada mereka.
Dari Hall A saya menyebrang ke Hall C. Tampak angkutan “Wara-Wiri” dipenuhi penumpang dan siap mengantar mereka mengelilingi festival terbesar se-Asia Tenggara itu. Sejenak, saya mengabadikan momennya.
Di Hall C terdapat area yang disebut sebagai Anjungan Provinsi. Di dalam sana saya mengistirahatkan diri. Begitu banyak dummy yang dipamerkan. Mulai dari MRT Jakarta, JakPro, RPTRA, dan lain sebagainya.
Area Anjungan dibuat sedemikian cozy. Sak-sak karung berbahan lembut disediakan dalam jumlah banyak dan tersebar dibeberapa titik. Fungsinya untuk dijadikan tempat bersandar pengunjung.
Di dalamnya juga terdapat panggung sebagai sarana atraksi budaya. Posisi panggung dengan zona RPTRA dipisahkan oleh maket lansekap bangunan-bangunan berciri khas kota Jakarta. Tampak memukau penglihatan. Kembali jemari saya tak kuasa mengambil gawai berkamera dan mengabadikannya.
Tapi saya tidak sendiri saat memotretnya. Salah satu pengunjung ikut mengambil gambar bersama.
Saya memperkenalkan diri sebagai blogger yang meliput kegiatan PRJ; lelaki itu memperkenalkan diri sebagai Rizky.
Rizky mengaku sudah dua kali mengunjungi Jakarta Fair tahun ini. Bagi saya, hal tersebut bisa dibilang rekor. Apalagi mengingat adanya isu kebakaran.
“Pernah dengar berita PRJ kebakaran?” saya tanyakan.
“Tau dari media sosial.” Jawabnya singkat.
“Nggak khawatir?
“Nggak.” Si Rizky menjawab yakin.
Pria berkisar 25 tahun itu memang sudah biasa berkunjung ke Pekan Raya Jakarta dari tahun ke tahun. Akunya, kegiatan festival tahunan itu cukup menarik; belum lagi potongan harga yang ditawarkan merchant-merchant yang bekerjasama dengan PRJ. Baginya, cukup menggoda rasa penasarannya untuk senantiasa berkunjung.
Di akhir wawancara, Rizky berkata bahwa sebagai warga Jakarta, festival ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari ibukota. Kejadian apa pun yang menjadi isu PRJ tidak akan mengurangi antusiasnya memeriahkan kegiatan yang menjadi kebanggaan kota Jakarta tersebut.
Pada Minggu (3/3) kemarin media massa online heboh memberitakan Pekan Raya Jakarta mengalami kebakaran.
Penyebabnya tidak diketahui, namun publik terlanjur merasakan ketakutan.
Saya pun penasaran untuk melihat gedung itu dari dekat. Jaraknya dari gate 2 sekitar 800 meter. Saya mendekatinya dengan berjalan kaki kemarin (8/9).
Rupa jalan yang saya lewati tak begitu rapi. Kerikil di mana-mana, gundukan tanah tampak tak terawat. Yang paling menarik perhatian kami adalah gen
Begitu sampai di gedung penyebab kehebohan tersebut, di depan pagarnya berdiri bangunan sementara yang terbuat dari tripleks. Dinding tripleknya terpasang papan deskripsi proyek pembangunan gedung. Jelaslah bahwa bangunan ini sedang dalam proses pengerjaan. Apalagi, hampir sebagian besar bangunannya belum diplester sehingga mengekspos susunan-susunan batakonya.
Gedung Pusat Niaga
Tujuan saya berikutnya adalah gate 9. Di sana terdapat gedung Pusat Niaga yang menjadi titik berkumpulnya kami, para blogger Jakarta.
Mulai dari titik kami berdiri memperhatikan lokasi gedung yang menjadi pemberitaan nasional itu hingga ke gate 9 harus dilalui dengan berjalan kembali 800-an meter. Kami pun melangkahkan kaki sedikit berputar karena gedung Pusat Niaga berada di sisi barat laut kawasan JIExpo.
Jika dilihat dari kedatangan para pengunjung tampak masih terlihat antusias di wajah mereka. Orang-orang itu pun tak menampakkan kekhawatiran meski saya yakin mereka pernah mendengar isu musibah tersebut.
Setelah memasuki area gedung, saya langsung menuju lantai 3 untuk beristirahat sejenak di mushola-nya. Lalu segera melakukan liputan bersama rekan-rekan blogger.
Saat hendak turun melalui eskalator, saya terkesima dengan pemandangan di balik kaca lantai 2, gedung Pusat Niaga. Cuaca begitu cerah, stand merchant dipenuhi kelap-kelip lampu, latar musik menggema di segala penjuru. Jakarta Fair hari itu tampak hidup menawarkan barang dan jasa.
Lantai dua ini juga dipenuhi perlengkapan rias khas wanita. Aromanya semerbak menusuk indera penciuman saya. Tapi semarak warna make up tool justru menggerakkan jemari saya untuk mengabadikannya.
Pada kesempatan itu, saya memberanikan diri untuk mewawancarai sales di sana. Dalam keterangannya, ia mengaku sedang bekerja saat kejadian tersebut berlangsung.
“Apakah kejadian kemarin mempengaruhi penjualan?” tanya saya. Ia mengakui bahwa kejadian tersebut benar-benar menurunkan transaksi penjualan alat kosmetiknya. Artinya, bahwa musibah kebakaran kemarin memang efektif melemahkan minat warga mengunjungi Pekan Raya Jakarta Kemayoran.
Namun yang paling menarik adalah bagaimana pengakuannya atas tindakan manajemen kala asap terlihat membumbung di salah satu sudut jendela oleh mata kamera publik. Mereka segera dievakuasi menuju titik berkumpul, sebelum setelahnya segera menyelamatkan barang dagangannya.
Respon penyelamatan yang cepat dan tanggap dilaksanakan pihak manajemen. Sehingga demikian, para merchant dapat kembali menjajakan barang dagangannya dengan aman dan nyaman pasca kehebohan itu selesai.
Permasalahannya kemudian adalah bagaimana meyakinkan warga untuk kembali mendatangi Jakarta Fair? Itulah pernyataan yang tersirat oleh sang sales tersebut.
Pengunjung dalam Sorotan Mata
H+5 dari kejadian pengunjung masih memenuhi ruas-ruas jalan kawasan JIExpo Kemayoran. Saya kesulitan membandingkan besaran pengunjung sebelum dengan sesudah kejadian. Tapi mata saya dipenuhi orang-orang berlalu-lalang.
Kalau dibilang jumlah pengunjung sebanyak itu adalah sepi, mungkin kondisinya kini mulai bergeliat ramai. Kenyataannya memang antusias pengunjung PRJ cukup besar, sehingga sales-sales berwajah muda rupawan itu pun tak sungkan menawarkan barang dagangan kepada mereka.
Dari Hall A saya menyebrang ke Hall C. Tampak angkutan “Wara-Wiri” dipenuhi penumpang dan siap mengantar mereka mengelilingi festival terbesar se-Asia Tenggara itu. Sejenak, saya mengabadikan momennya.
Di Hall C terdapat area yang disebut sebagai Anjungan Provinsi. Di dalam sana saya mengistirahatkan diri. Begitu banyak dummy yang dipamerkan. Mulai dari MRT Jakarta, JakPro, RPTRA, dan lain sebagainya.
Area Anjungan dibuat sedemikian cozy. Sak-sak karung berbahan lembut disediakan dalam jumlah banyak dan tersebar dibeberapa titik. Fungsinya untuk dijadikan tempat bersandar pengunjung.
Di dalamnya juga terdapat panggung sebagai sarana atraksi budaya. Posisi panggung dengan zona RPTRA dipisahkan oleh maket lansekap bangunan-bangunan berciri khas kota Jakarta. Tampak memukau penglihatan. Kembali jemari saya tak kuasa mengambil gawai berkamera dan mengabadikannya.
Tapi saya tidak sendiri saat memotretnya. Salah satu pengunjung ikut mengambil gambar bersama.
Saya memperkenalkan diri sebagai blogger yang meliput kegiatan PRJ; lelaki itu memperkenalkan diri sebagai Rizky.
Rizky mengaku sudah dua kali mengunjungi Jakarta Fair tahun ini. Bagi saya, hal tersebut bisa dibilang rekor. Apalagi mengingat adanya isu kebakaran.
“Pernah dengar berita PRJ kebakaran?” saya tanyakan.
“Tau dari media sosial.” Jawabnya singkat.
“Nggak khawatir?
“Nggak.” Si Rizky menjawab yakin.
Pria berkisar 25 tahun itu memang sudah biasa berkunjung ke Pekan Raya Jakarta dari tahun ke tahun. Akunya, kegiatan festival tahunan itu cukup menarik; belum lagi potongan harga yang ditawarkan merchant-merchant yang bekerjasama dengan PRJ. Baginya, cukup menggoda rasa penasarannya untuk senantiasa berkunjung.
Di akhir wawancara, Rizky berkata bahwa sebagai warga Jakarta, festival ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari ibukota. Kejadian apa pun yang menjadi isu PRJ tidak akan mengurangi antusiasnya memeriahkan kegiatan yang menjadi kebanggaan kota Jakarta tersebut.
Posting Komentar untuk "FESTIVAL JAKARTA YANG MENJADI KEBANGGAAN WARGA"