Pendidikan Indonesia Antara Adab, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Digital
Adab mendahului ilmu. Ini merupakan sebuah ungkapan bahwa sebelum mempelajari ilmu pengetahuan, seorang pelajar semestinya mengedepankan akhlak yang baik. Dan, itu yang dilihat Ade Erlangga, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, yang mulai memudar pada saat ini.
Di dalam pemberitaan media massa banyak kita saksikan seorang murid yang menganiaya gurunya, bahkan pernah terjadi pembunuhan kepada seorang guru oleh oknum murid hanya karena tersinggung atas teguran merokok di kawasan sekolah.
Di saat bersamaan, ada pula kasus orang tua murid menganiaya seorang guru dikarenakan tidak terima perlakuan guru tersebut kepada anaknya. Kasus ini menunjukkan banyak hal, salah satunya adalah kesalahan yang secara umum terjadi bahwa pendidikan dinilai sebagai aktivitas transfer ilmu belaka, sebuah aktivitas yang dilihat dari sudut pandang materialistik.
Suasana kegiatan literasi Pekan Perpustakaan Kemdikbud 2019 bersama narablog (3/12). Dok Pri. |
Pada kegiatan literasi Pekan Perpustakaan Kemdikbud 2019 kemarin (3/12), Ade Erlangga menjelaskan bahwa pembentukan karakter murid menjadi fokus utama di dalam pendidikan. Murid sejatinya menjadi aset yang seharusnya dapat mengukir sejarah dan lingkungannya.
Maka dari itu, pendidikan selayaknya dilihat dalam perspektif pembentukan karakter para pencari ilmu, dan bukan sekedar mengejar pengetahuan, atau status semata.
Sebagai perbandingan, Ade Erlangga memberikan contoh negara Jerman yang memberikan gaji terbesar kepada profesi guru. Karena bagi mereka, guru merupakan garda terdepan yang siap mentransformasi nilai-nilai karakter bangsa.
Tidak ada yang meragukan Jerman sebagai negara penghasil teknologi terbesar di dunia. Namun, sekelas negara eropa tersebut, mereka justru sangat peduli dengan pendidikan karakter generasi bangsanya.
Peran guru menurut Ade Erlangga tidak dapat digantikan oleh teknologi digital manapun. Hal ini dikarenakan proses penanaman nilai-nilai karakter bangsa membutuhkan interaksi tatap muka langsung antara guru dan murid, juga dibutuhkan apresiasi, serta konsultasi.
Pendapat Ade Erlangga ini diamini M. Hasan Chabibie, Kepala Bidang Pengembangan Jejering, Pustekkom, Kemdikbud, yang menyatakan teknologi hanya sebagai alat bagi dunia pendidikan. Peran guru tetap penting dalam mendidik karakter bangsa.
Manusia menjadikan manusia lainnya sebagai contoh berprilaku. Manusia tidak akan mampu mencontoh mesin robot. Oleh karenanya, ada lima nilai karakter utama yang hendak dibangun oleh Kemdikbud, di antaranya : gotong royong, religius, integritas, mandiri, dan nasionalis.
Fungsi dari teknologi digital hanya untuk mempermudah akses penanaman nilai dan transfer ilmu menjadi lebih mudah serta cepat. Tersebar hingga ke pelosok-pelosok pedalaman Indonesia melalui Palapa Ring yang mengangkasa di garis khatulistiwa.
Memang masih banyak tantangan dari dunia pendidikan di Indonesia. Mulai dari human capital quality, technology readiness, hingga infrastuktur. Atas kegelisahan ini diharapkan pemberitaan mengenai proses pengembangan pendidikan Indonesia terpublikasi demi hadirnya gagasan-gagasan positif, bukan layaknya pemberitaan politik yang memandang berita buruk adalah berita baik. Hal ini diungkapkan langsung Ade Erlangga di Perpustakaan Kemdikbud, Senayan, kemarin.
Posting Komentar untuk "Pendidikan Indonesia Antara Adab, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Digital"