Navigation Menu

RAHASIA

Hampir saja ketahuan..

Terjadi tepat di hadapanku!

Mobil kami keluar dari kawasan Arboretum Winkworth menuju stasiun kereta Guildford, Surrey, Inggris. Berkendara dengan mobil milik keluarga Burton, Wheelie membawanya hanya dengan kecepatan rata-rata 40 mph. "I don't want your girl become frightened, Frans." Hah, cari muka!

Pemandangan di depan mulai berganti. Seribu lebih jenis pohon dengan warna-warna hangat bertukar dengan hutan sepi yang menanti musim dingin tiba. Hutan ini dilintasi jalanan aspal berkelok namun terlihat sangat rapih. Gundukan tanahnya tersusun sebagai pembatas sisi jalan. Kombinasi warna musim gugur dengan hijau rerumputan berpadu liar bagai sulaman permadani. Ranting-ranting beku pun ikut menudungi lintasan aspal. Dalam benakku, aku seperti bagian dari pasukan kavaleri Raja Richard the Lion, atau seperti rekan dari Robin Hood yang menghadang petugas pengumpul pajak Sheriff of Nothingham. Kreasi jalanan ini simple dan kreatif, but tho it's great.



"Aku seperti mendengar pohon menimpa atap mobil," kata Wulan menanggapi irama ketukan ranting di atas kap mobil. Wajah kekasihku itu tampak khawatir dalam diam. Wheelie mulai tampak prihatin. Maka ia pun menyetel lagu Somewhere Only We Know, dan mengkonfirmasi, "how's now, Wulan?".  "Better." Jawabnya.

Wheelie  melirik matanya ke samping bangku seraya menerka kekhawatiranku, "She'll be fine, Frans. I guarantee." Tangannya menepuk pahaku.

Wulan adalah tipikal gadis yang mandiri dan cepat beradaptasi dengan lingkungan. Tapi terkadang, sifat manjanya muncul jika bertemu dengan aku, sang kekasihnya. Aku sendiri adalah seorang mahasiswa Indonesia semester lima dari University of Surrey, Inggris. aku bertemu Wheelie saat di semester 2 di jurusan yang sama. Aku mengandalkan kemampuan anak bungsu keluarga Burton ini mengatur pertemuanku dengan Wulan di kota Guildford. Dan malam ini, Wulan harus sudah sampai di kota London untuk persiapan pulang ke tanah air. Rasa rinduku terasa dilema.

Setelah empat lagu Band Keane berganti judul, Wheelie bertanya kepada Wulan perihal kunjungannya ke London. Wulan hanya menjawab, "Lumayan."  

Kekasihku itu datang  bersama rombongan paduan suara Mahakarya ke seri musim gugur kompetisi choir Brandenburg. Wulan juga menjelaskan bahwa aku sebelumnya pernah bergabung dengan mereka dan mengikuti beberapa kompetisi di dalam negeri. Yang kusaksikan adalah sudut mata Wheelie yang rada mengejek, disertai ucapan "wow" yang panjang. Aku berusaha membesarkan hatiku dengan menjelaskan bahwa teknik bernyanyi choral itu sulit dibandingkan lagu rock kesukaannya. Namun belum selesai kujelaskan, pemuda Wales itu memotong, "Oh yaa tentu! Nada suara harus senantiasa 'naik' dan bulat, dan rahang dibuka selebar-lebarnya.". Sekonyong-konyong Wheelie mempraktekkan apa yang dijelaskannya. Bergemalah lagu Sheep May Safely Graze ke seluruh ruang mobil sedan bercat perak. Manipulasi suara sopran ala Wheelie membuat kami tertawa perlahan hingga terbahak-bahak.

"But I still preffer rock. Creativity is great, isn't it?" Lanjut Wheelie.

Wulan mendekati mahasiswa jurusan Fine Art itu dan berkomentar, "suaramu menusuk-nusuk telingaku," ledeknya. Wheelie yang baru mengenal Wulan hanya menanggapinya dengan santai.

Wheelie pun berkisah tentang masa kecilnya saat menjadi bagian dari choir  gereja. Waktu kanak-kanak ia mendapat bagian di suara sopran. Hebatnya, ia pernah menjadi solois menyanyikan lagu Sheep May Safely Graze. "Jadi, sindiran apapun itu, tidak akan menghapus pengalaman indah bermusikku. Kapanpun." tutup Wheelie. 

Tampaklah guratan penyesalan di wajah Wulan. Gadis itu inisiatif bertanya, "Kenapa kau berhenti dari choir?" Satu kata dari Wheelie merangkum seluruh kemungkinan logis dari jawaban yang ada, "Pubertas." 

Alih-alih terhibur, Wulan justru tertawa atas kebodohannya mengajukan pertanyaan seperti tadi. Segera aku kehilangan Wulan dan Wheelie, karena perbincangan lebih banyak terjadi antar mereka di sepanjang sisa perjalanan.



Stasiun Guildford sibuk mengatur penumpang. Pegawai stasiun dari berbagai level pun berinisiatif melayani orang lanjut usia dan para disabilitas yang ada. Hal tersebut lumrah terjadi di sini. perhatianku tertuju pada pegawai berseragam yang sedang menawarkan bantuannya kepada seorang nenek di atas kursi roda, karena di dekatnya berdiri dua lelaki kemayu dan seorang gadis. Mereka mengenakan jaket berbulu tebal yang sama persis. Mereka adalah Mika, Rian, dan Daesy dari geng Sistah di Paduan Suara Mahakarya. Geng inkonstitusional ini memiliki sistem mirip kepemerintahan Inggris. Rian adalah House of Lord, dan Daesy, House of Common. Mereka berdua memiliki tugas yang terbagi khusus dalam mengangkat isu-isu penting dan merumuskan poin-poin gosip di dalam geng. Sedangkan Mika adalah ratu yang memiliki kuasa menyetujui poin-poin tersebut, dan juga berkuasa menolaknya - meskipun hal ini sangat jarang terjadi.

Saat aku dan Wulan menghampiri mereka, aku merasa mereka bertiga mengamati kami mulai dari ujung kaki hingga kepala. Lalu dimulailah dialog yang membawa aku kepada petaka itu..

Mika: "Selalu deh, begitu! Pegangan tangan. Sok romantis." Lalu menyadari kehadiran seorang bule dan menyapa dengan gaya seperempuan mungkin, "eh, hai Wheelie.."

Wheelie mengangkat enggan sebelah telapak tangannya.

Daesy (selesai cipika-cipiki dengan Wulan) : "Attitude, ratuJangan norak-norak amat di negeri orang."

Mika: "Kurang ajar emang lu ya!"

Rian : "Lagian ratu ini cemburu ama Wulan, apa demen sih ama Wheelie?"

Mika : "Cemburu ama Wulan lah," lalu tertawa sebentar dan berkata lagi, "Maaf ya Wulan. Abis, aku kan suka yang lokal."

Daesy (menggamit lengan Wulan) : "Lagian mana punya ratu kesempatan ama Frans. Emangnya dia sekong?"

Mika (masih tertawa) : "Lu gak tau aja, Frans itu kan gay in disguise."

Wulan protes: "Apa sih !"

Rian (melirik elegan ke Mika)  : "Ih, ratu mah pake istilah sensitif. Kalau mau nuduh pake bukti dong!"

Mika : "Nih buktinya.." Tangannya cekatan mengelus pipiku dan turun ke bibir.

Daya refleks-ku mengendur karena tidak mengerti apa yang terjadi. Alhasil, aku kehilangan momen mengantisipasi perlakuan Mika padaku. Saat aku melihat Wulan akan mulai kembali protes, tiba-tiba hal lain terjadi : Wheelie menarik punggung sang ratu, dan berhasil mendaratkan telapak tangan di wajahnya. "Plak!!"

Syok..

Variabel-variabel kemungkinan pun muncul di benak semua orang. Mika yang menjadi korban melabrak Wheelie, histeris, "Why you hit me! What are you? His mistress!"

Wheelie diam tak memberikan pengakuan.






Note : cerita pendek ini dibuat untuk keperluan kompetisi #CreativityisGREAT yang diselenggarakan oleh British Embassy Jakarta dan FantasiousID

6 komentar: