Navigation Menu

MENYEMAI INSPIRASI DI ASHLEY HOTEL JAKARTA


Sekeluarnya saya dari pintu rumah, suasana terasa berbeda. Mulai dari gang-gang sempit padat bangunan, halte busway Plumpang yang padat penumpang, hingga di kisaran Sarinah nan padat pelancong, saya temui nuansa tak biasa.
Karena tak dapat menjelaskan apa yang tengah terjadi, saya dongakan wajah ke angkasa. Tampak asap awan mulai mengelilingi langit Jakarta, dan hawa saat itu terasa lembab. Pikir saya, hujan akan segera turun. Segera saya langkahkan kaki ini ke tempat yang dituju.
Tujuan saya pada hari itu (17/3) adalah Ashley Hotel Jakarta yang berada di bilangan jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat. Sepanjang jalan ini terkenal padat wisatawan. Pihak komunitas BloggerCrony mengirim undangan sebelumnya, dan menyebut hotel bisnis tersebut sebagai tempat terselenggaranya BloggerDay 2018.
Dokumen milik Nur Said, Blogger Kuliner
100 blogger dari berbagai daerah telah terundang. Pikiran saya teralih bersama prediksi riuh-rendah yang mungkin terjadi. Apalagi, akan ada pemateri hebat di sana. Petjah, pastinya.
Namun, tepat di pagar berbatu Ashley Hotel, nuansa berbeda itu kembali mengusik. Sebagian bunga-bunga kamboja luruh di atas aspal trotoar; di seberangnya, bangunan tinggi dengan dominasi warna cokelat susu bermandikan cahaya neon dari dalam. Begitu khidmat. Menaiki halaman hotel, beberapa nara-blog sibuk berpose untuk diabadikan. Saya pun makin percaya diri memasuki lobi hotel.
Setelah wanita berseragam di depan saya selesai menangani beberapa hal, saya pun bertanya, “acara blogger di mana ya, mba?”.
“Baik mas. Ikuti saja lorong ini,” tangan kiri sang resepsionis memberikan arahan. “Di pilar pertama, mas belok kanan. Di situ ruangannya,” lanjutnya.
“Terima kasih, mba.” Sahut saya, dan dijawab bersama senyuman, “sama-sama!”
Sekitar 50 meter dari meja resepsionis, saya temukan pilar yang dimaksud. Di baliknya, berderet rapi ratusan piring, cangkir, dan croissant buatan Ann’s Bakehouse. Begitu mulai berbelok, booth BloggerDay 2018 menguasai salah satu sudut interior hotel.
Daun-daun hijau tampak merambat di pinggir dinding hingga mencapai langit-langit. Di bawahnya, lantai hotel digelari karpet berwarna hijau. Dihiasi lilin-lilin, sorotan lampu, serta papan-papan kayu, dekorasi booth menjadi lebih natural dan organik. Desain Photobooth Alfa Kreasi ini seakan memaksa kami merayai kehadiran alam.
Selesai melakukan registrasi, saya kembali ke area lobi. Meski telah banyak orang berdatangan, saya tidak menemukan orang yang saya kenal dengan baik. Saya pun duduk di salah satu sofanya dan membaca majalah yang telah disiapkan, sembari membalas beberapa pesan Whatsapp di layar monitor seluler saya.
Beberapa menit berikutnya, seorang pria datang dari arah pintu kaca dan mendekati sofa tempat saya duduk. Saya mengenalnya bernama Deny Oey. Alih-alih memasuki ruang meeting, kami berbasa-basi sebentar, dan pria berkacamata itu malah ikutan duduk. Orang yang asik, puji saya.
“Sepanjang jalan sepi ya, tapi kok, rasanya beda. Saya tau kalau hari ini libur, tapi gak tau kalau liburnya hari Nyepi. Kayaknya, itu dah, yang bikin beda,” tutur Deny tiba-tiba.
Itu dia!
Itu yang saya rasakan di sepanjang jalan menuju Ashley Hotel Jakarta ini. Semangat Nyepi tampaknya menjadi sebab jalanan Jakarta begitu khidmat. Sebagai muslim, saya menghargai keyakinan umat lain. Namun tak disangka, respon nalar ini ikut berbahagia atas perayaan umat Hindu Indonesia.
Di acara perayaan ulang tahun BloggerCrony itu, saya juga berkenalan dengan Mba Yayat.
Tubuhnya mungil dan penuh senyum. Berbanding terbalik dengan semangatnya berbagi informasi dalam karya tulisan. Begitu besar. Beliau juga pernah mendapat predikat blogger of the year, oleh salah satu platform citizen journalism Indonesia.
Selain mba Yayat, saya mengenal Wardah Fajri, atau yang dikenal mba Wawa. Beliau adalah pendiri BloggerCrony. Kalau di fotonya, mba Wawa terlihat tinggi. Tapi tidak demikian kala di hadapan audiens. Tinggi badannya rata-rata dan sikapnya sangat supel, serta tampak kewalahan melayani ocehan Yosa Aditya yang cerewet.
But, everything is fun at Ashley Hotel Jakarta.
Gak peduli Yosa bicara tentang dirinya yang unik, atau candaan receh apapun yang keluar dari dirinya, suasana makin meriah.
Kehormatan pertama pada sesi BloggerDay 2018 diberikan kepada tuan rumah.
Perwakilan Ashley Hotel Jakarta adalah mas Fawzan Azima, seorang manager bidang Corporate Marketing Communication. Beliau mempresentasikan seluk beluk hotel yang ditanganinya dengan konsep talk show yang ringan.
Pada dasarnya, jalan Wahid Hasyim, Menteng, merupakan lokasi strategis menuju pusat bisnis Jakarta. Di sekitarnya terdapat stasiun kereta, pusat perbelanjaan, kuliner, dan bangunan-bangunan bersejarah.
Memperhatikan hal-hal tersebut, Ashley Hotel dibangun mengikuti kebutuhan para pelancong. Untuk itu, konsep business hotel dianggap segmen yang tepat.
Demi mengusung konsep hotel bisnis, Ashley Hotel Jakarta meniadakan beberapa fasilitas, seperti: kolam renang, dan tempat bermain anak. Kelihatannya gak seru. Tapi, secara psikografis, perjalanan bisnis sangat jarang membawa serta keluarga demi efisiensi pekerjaan.
Mas Fawzan pun menjamin 3 pelayanan prima dari pihak hotel, diantaranya,
Broadband, di mana jaringan WiFi akan senantiasa kuat dan cepat. Sehingga, para tamu dapat berselancar via daring, dan dapat menyelesaikan pekerjaan yang sempat tertunda.
Bed, dengan jumlah kamar hingga mencapai 186 buah. Karenanya, Ashley Hotel terkenal sebagai penginapan dengan jumlah kamar terbanyak di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta.
Breakfast, dengan pelayanan yang ramah serta bersahabat. Menunya pun beragam mulai dari makanan lokal, Asia, hingga Eropa. Untuk memfasilitasinya, tersedia Adele Dining Restaurant di lantai dasar.
Hotel bergaya Great Gatsby pada interiornya ini mendukung sepenuhnya kegiatan bisnis tamu. Contoh yang nyata terlihat pada fasilitas pertemuan, seminar, dan acara sosial mereka yang mencapai 11 buah ruangan. Mas Fawzan sekaligus membocorkan rahasia bahwa, tahun depan, Ashley Hotel akan memiliki sebuah ballroom yang mampu menampung 500 orang. Cadas!
Untuk info lebih lanjut, kalian dapat mengunjungi website resmi mereka di www.ashleyindonesia.com.
Selesai pengantar dari tuan rumah, acara dilanjutkan ke tema lebih khusus yang menyentuh kebutuhan seorang nara-blog. Mas Tuhu Nugraha didaulat untuk memberikan materi-materi yang menginspirasi. Pada sesi ini, kami diwajibkan berbagi tweet bersama followers dengan menyebut kata kunci "Indosat Ooredoo".
Lapar? Pasti lah. Pihak panitia menyediakan lunch box unik dari Tumpeng Ayu Dapur Solo. Sebagaimana namanya, makan siang kami berbentuk nasi tumpeng mini beserta lauknya.
Berikutnya, kami menelusuri lantai dasar Ashley Hotel kala istirahat. Rasa penasaran menghinggapi kami, lalu terciptalah kreasi-kreasi narcis ala kadarnya. Otak kami haus akan spot-spot terbaik yang mampu meng-endorse wajah yang pas-pasan ini.
Sesi mind mapping sungguh menarik dikupas. Namun, BloggerCrony Community 3rd Anniversary tidak bermakna tanpa adanya bagi-bagi hadiah. Sebut saja, Markamarie, Rejuve Skin Lab, Sandeeva Spa & Reflexology, brand-brand BCC Bloggerpreneur dan lainnya bagi-bagi voucher dan produk kepada para peserta.
Bloggerday 2018 di Ashley Hotel berakhir pada pukul 17.00 Wib. Seru, inspiratif, dan penuh tawa mengejewantah di Jl. KH Wahid Hasyim no. 73-75 Jakarta Pusat. Saya pun tak sabar mengembangkan diri bersama komunitas BloggerCrony.

3 komentar:

SAATNYA BERALIH KE ZAKAT DAN WAKAF. "TERUS..?"

“Baru selesai bikin status zakat di Twitter, saya dikomentari remeh seseorang: “terus..?””, demikian keluh rekan Blogger kami. Mendengar pengakuan tersebut, Ruang Padjajaran 5, Hotel Royal Padjajaran, Bogor, pun disesaki tawa.



Tidak lucu memang; tetapi, ironi itu membuat kami kehabisan kata. Sebagai seorang muslim harusnya tak merasa asing dengan zakat, salah satu pilar pokok dalam Islam. Kasus itupun kami anggap sebagai sikap keterasingan belaka, yang alih-alih mampu melepaskan zat Dopamin di otak kami.

Secara definisi, zakat adalah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan pemeluk agama Islam untuk didistribusikan kepada golongan yang berhak menerima, sesuai yang ditentukan oleh syariat. Wajib hukumnya dikeluarkan, dan wajib pula disalurkan sesuai kriteria bagi penerimanya; pilar pokok ekonomi dalam agama ini bukanlah mainan. Para pemeluknya tidak dapat membantah perintah zakat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari keyakinannya. Karena jika demikian, ia telah keluar dari agama.

Namun, saya berbicara demikian bukan dalam rangka menghakimi sang komentator kicauan rekan kami. Perihal ini sehubungan kepesertaan kami di acara Lokalatih Tunas Muda Agent of Change Ekonomi Syariah yang diinisiasi Kementerian Agama. Kegiatan tersebut dilakukan selama tiga hari lamanya (27-29/3) dengan membedah secara mendalam tentang zakat, wakaf, serta problematikanya.


Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama, melihat Lokalatih ini sebagai bagian dari realita yang musti dibangun seiring berkembangnya filantropi muslim Indonesia. Menarik memang. Jumlah penduduk muslim Indonesia mencapai 210 juta orang, dengan potensi zakat sebesar 217 trilyun rupiah per tahun. Dana sebesar itu seharusnya dapat menyentuh warga miskin Indonesia yang sebanyak 28 juta penduduk, sebagaimana peranannya.


Belum lagi potensi wakaf di Indonesia. Negeri ini terhitung memiliki potensi tanah wakaf yang tersebar di 435.768 lokasi. Luasnya pun tak tanggung-tanggung, 4,4 juta meter persegi.

Wakaf ini sophiaticated (canggih). Ia tidak boleh berkurang nilainya, tidak boleh dijual, maupun diwariskan. Namun, keperuntukannya pure sepenuhnya demi kepentingan umat, karena wakaf adalah sedekah jariyah. Saya membayangkan pengurus wakaf ini punya keahlian di bidang keuangan dan kejujuran tingkat dewa, tentunya.

Terus...?

Hingga tahun 2021, Indonesia akan dipenuhi usia produktif kisaran 15 hingga 64 tahun. Sebagian besar dari mereka adalah pengguna Internet of Things. Mereka adalah pribadi yang reaktif terhadap situasi sekitar akibat cepatnya arus informasi dan transaksi. Lahirnya generasi milenial ini adalah konsekuensi alamiah akibat pergeseran gaya hidup yang terjadi di seluruh dunia.

Seluk beluk dunia online bukan lagi halangan bagi kelompok generasi ini. Sayangnya, kemampuan adaptasi penduduk Indonesia berusia produktif terhadap Era Industri 4.0 tak seirama dengan literasinya terhadap zakat, terutama sekali wakaf. Sangat rendah dalam perbandingan. Padahal, kemiskinan adalah problem sosial yang tidak akan pernah ada habisnya. Dalam kasus kemiskinan di Indonesia, problem sosial tersebut semakin meningkat jumlahnya.

Kajian kementerian agama menjelaskan generasi muda zaman now hanya tau zakat pada saat bulan Ramadhan saja, atau yang lebih dikenal zakat fitrah. 

Wakaf? Boro-boro. Generasi tua saja mengetahui wakaf hanya dalam 2 bentuk: kuburan, atau masjid. Sepertinya, diperlukan kerja yang panjang demi mengubah persepsi dan mental yang ada kini. 

Secara umum, pemahaman muslim Indonesia (termasuk nazir dan amil), masih mengusung ide konservatif mengenai zakat dan wakaf; mereka tidak mampu mengikuti perkembangan yang terjadi.

Zakat penghasilan, wakaf uang, dan lainnya adalah produk fikih kontemporer finansial syariah. perkembangan literatur tentang zakat dan wakaf ini perlu di dekatkan kepada masyarakat dengan narasi-narasi yang empatis dan beradab. Kalau bisa, ditambah lebih catchy.

Kehadiran Era Industri 4.0 juga menciptakan dinamika pergaulan sosial. Semua orang dari belahan dunia manapun dapat saling berinteraksi dalam satu platform media sosial; mereka saling mengomentari dan mempengaruhi. Cepat, sebat. Perkembangan terakhir, ya, seperti pengalaman kami di atas tadi.

Terus..?

Kami bersama-sama mas Tuhu Nugraha, pakar media sosial Indonesia, kemudian membedah prilaku tersebut dengan mengedepankan azas praduga tak bersalah.

Ada yang menarik saat membuka satu per satu bagian prilaku tersebut. Salah satunya, sebuah testimoni bahwa perilaku semacam itu layaknya tren, di mana sebuah konten yang berhubungan dengan ibadah akan senantiasa di respon negatif bernada sinis. 

Ngapain sih, pamer-pamer ibadah? Atau ibadah mah, diem-diem aja. Gak pake riya, ujub, dan sombong. Seakan-akan, konten narcis dan kuliner lebih penting terpublikasi ketimbang semangat filantropi (zakat dan wakaf). Atau bisa jadi, hal ini akibat imbas politik agama yang terjadi di Indonesia.

Sebagai pakar media sosial, mas Tuhu justru memberi solusi. Pergeseran gaya hidup yang terjadi saat ini memang menjadikan kegiatan ibadah dan beragama menjadi sedemikian privat. Hasilnya: semakin dipublikasikan, audiens semakin antipati. 

Menurut penuturannya, konten-konten ibadah dapat menjadi viral apabila diperlakukan dengan benar. Contohnya, memanfaatkan pernyataan dan perbuatan orang ketiga yang kompeten untuk melegitimasi konten-konten ibadah tertentu, sehingga audiens mendapatkan pemahaman secara bijak.

Selebihnya..? Mas Tuhu menambahkan 3 hal: Jangan hoax, jangan suka membanding-bandingkan, jangan ikutan arus isu negatif yang terjadi saat ini. Semua itu bukan saja menjatuhkan kredebilitas anda, tetapi juga atas konten yang anda bawa.

Terus..?

Kalian perlu tau, kalau penduduk Indonesia memiliki tingkat kedermawanan terbesar ke-2 sedunia, saat ini. Hal ini diakui dunia, loh; oleh Charities Aid Foundation. Artinya, penduduk Indonesia memiliki modal dan jiwa sosial yang besar di tengah-tengah arus materialisme global (hedon, narcis, dan lain sebagainya).

Namun, percuma saja jika Indonesia yang memiliki penduduk muslim terbesar di dunia itu tidak bersemangat dalam berzakat dan berwakaf. Tanpa pemahaman yang benar tentang zakat dan wakaf, modal sosial penduduk Indonesia tersebut seakan tidak bersinergi satu sama lain.

Sebagai gambaran nyata, dari potensi zakat 217 trilyun rupiah, yang terkumpul baru 5 trilyun saja. Sedangkan, dari terkumpulnya tanah wakaf yang ada, penggunaannya untuk fasilitas yang tidak produktif secara finansial. Bahkan, wakaf uang saja hingga saat ini baru tercapai 20 milyar rupiah saja.

Coba deh, pelajari kisah ini,

Suatu ketika, Umar bin Khattab mendapatkan sebidang tanah di daerah Khaibar. Tanah tersebut merupakan kebun kurma terbaik se-kota Madinah. Dikarenakan kebun tersebut merupakan pemberian, Umar menghadap Nabi Muhammad untuk meminta petunjuk terbaik untuk penggunaannya.

Nabi Muhammad menyarankan agar membiarkan pengelolaan kebun kurma tersebut, dan menyedekahkan seluruh hasilnya kepada umat. Syaratnya, tanah tersebut tidak dijual, tidak pula diihibahkan ke orang lain, serta tidak diwariskan kepada keturunannya. Lalu, sang Nabi menambahkan, “jika kamu (Umar) suka.”

Tanpa banyak tanya, Umar mengikuti anjuran Nabi tersebut. Hingga kini, setelah 700 tahun berselang pun, hasil pengelolaan tanah itu tetap diberikan untuk kepentingan umat.

“Tidak boleh harta itu berputar pada orang berada saja.”
Muhammad Fuad Nasar, Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf

Sekiranya, potensi tersebut dapat dimaksimalkan, zakat dan wakaf dapat bersinergi sebagai kekuatan ekonomi alternatif dalam mengentaskan kemiskinan. Lebih hebatnya lagi, ekonomi alternatif tersebut digerakkan oleh warganya sendiri.

Ambillah contoh, pembangunan rumah sakit milik umat. Tanah yang dibangun berasal dari wakaf tanah, pembiayaan operasionalnya dari wakaf uang, sedangkan pembiayaan pasien fakir miskin dan para mustahik lainnya melalui zakat. Simple, yah.

Selain untuk kegiatan sosial, zakat dan wakaf pun bisa diaplikasikan untuk kegiatan permodalan usaha umat. Mirip metode kerja bank-bank konvensional dengan pembayaran bunga yang mencekik. Namun bedanya, zakat diberikan secara cuma-cuma, wakaf diberikan untuk meminimalisir resiko pengelolaan usaha.

Dr. Ascarya, MBA, selaku peneliti senior Bank Indonesia memberikan gambaran detil ide dalam ekonomi Islam. Beliau menjelaskan bahwa kemudahan akses pembiayaan ekonomi bagi fakir miskin dan anak yatim harus dimulai dengan pemberian inklusi sosial, berupa pendampingan dan peminjaman tanpa bunga, sehingga mereka dapat mengatasi persoalan hidup jangka pendeknya.

Setelah kebutuhan jangka pendek para mustahik telah dinilai terpenuhi, pemenuhan finansial mereka dapat dijadikan lebih mandiri melalui sistem permodalan untuk membangun dan meningkatkan modal usahanya. Dengan demikian, terjadi peningkatan cara berpikir mustahik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam jangka panjang.

23 komentar:

THE JOURNEY OF WORDS


“Kun!” Adalah sebuah kata dalam makna kekuasaan dan kebesaran Tuhan, di mana tatkala Ia berkehendak atas sesuatu, cukup merapalkan satu kata tersebut maka terjadilah sesuatu itu (Kun, Fa Yakun!).
Melalui perihal di atas, dapat diambil hikmah bahwasanya kata sangatlah berharga, bahkan bagi Tuhan Sang Maha Pencipta itu sendiri.
Saya yakin, bahwa apa yang saya tulis tidak sepenuhnya dipercayai para pembaca budiman. Karena, saya menghadirkan pemahaman atas salah satu ayat kitab suci. Maka dari itu, saya meminta izin kembali menjabarkannya lebih lanjut. 
Bahwasanya, kata-kata menunjukkan status penggunanya. Itu benar adanya.
Dalam sejarah penciptaan manusia pertama, gabungan huruf menjadi petunjuk betapa manusia sebaik-sebaiknya mahluk.
Namanya Adam, ia sangat kontroversial di jagat langit kala itu. Malaikat bahkan memprediksi Adam dan keturunannya sebagai mahluk barbar; yang senang bertikai dan saling membunuh satu sama lain.
Setuju banget sih, dengan asumsi malaikat-malaikat itu. Saya aja menyaksikan di hari ini, bagaimana rekan sesama blogger saling menghina dan mencemooh di media sosial hanya karena hal sepele. Mengerikan!
Padahal dahulu mereka dekat dalam satu wadah Grup WhatsApp. Namun karena ego dan nafsu untuk menghabisi nama baik rekannya, mereka rela menggadaikan akal sehat.
Saya pernah mempelajari kehadiran Yellow Journalism di bangku perkuliahan. Yellow Journalism adalah sebuah terminologi tua dalam sejarah reportase dunia, di mana para redaktur surat kabar terkemuka Amerika menciptakan berita-berita bombastis demi meningkatkan oplah pembelian. Sayangnya, sebagian besar berita yang disampaikan adalah kebohongan yang fatal. Salah satunya berujung pada perang Spanyol-Amerika yang penuh kesia-siaan pada tahun 1898.
Kembali kepada sejarah penciptaan nenek moyang manusia, Tuhan memberikan sanggahan kepada sidang majelis langit, kala itu.Tuhan ajarkan Adam dalam dimensi Cipta-Rasa-Karsa. Intuisi ciptaan-Nya itu terasah dalam waktu singkat tatkala Tuhan mengajarkan penamaan benda-benda. Lalu, manusia pertama itu mempresentasikannya di hadapan peserta sidang, dan yakinlah para malaikat itu bahwa manusia adalah mahluk berbudaya; yang mampu memperbaiki kesalahannya sekaligus membangun sebuah peradaban yang lebih baik dalam kerangka beribadah kepada Tuhan-nya.
Hanya karena sebuah kata, manusia berpredikat mahluk terbaik di muka bumi?
Yup! Itulah kunci di mana manusia mengorganisir diri mereka; memilah apa yang baik dan buruk di antara mereka; dan saling menginspirasi, serta saling memaafkan.
Melalui pemahaman tersebut, saya kemudian meninggalkan pekerjaan bergaji besar, dan fokus meningkatkan kemampuan menulis sebagai blogger atau citizen journalism.
Keputusan revolusioner, saya menyebutnya.
Rasa Dalam Kata
Bertahun-tahun saya mengisi konten di blog sendiri, dalam berbagai tema. Awalnya saya bingung, sebenarnya kanal ini fokus ke tema apa? Lalu secara perlahan saya menemukan jawabannya, dan mulai mengatur konten apa, pada blog mana, saya musti mempublikasikannya.
Pada titik berikutnya, saya menyadari bahwa rangkuman kata dalam artikel saya terlalu bertele-tele. Lalu saya memutuskan terjun sebagai wartawan magang di sebuah perusahaan media, di bilangan Wahid Hasyim, Jakarta. Namun lagi-lagi, perasaan kurang menghinggapi pikiran saya.
Apakah jam terbang sebagai blogger berpengaruh terhadap kualitas konten blog saya selama ini? Untuk menjawab rasa penasaran itu pun, saya ambil berbagai job sebagai penulis konten bebas dengan deadline yang ketat. Tetapi, bukan kualitas konten yang saya dapatkan, justru kelelahan.
Hingga suatu saat, kesempatan itu hadir. Ani Bertha, founder komunitas Indonesian Social Blogpreneur, memasukkan nama saya ke daftar nara-blog yang ikut workshop penulisan bersama Dini Fitria (7/3).
Dokumentasi oleh Indonesian Social Blogpreneur
Rabu petang itu, warna kerudung yang dipakai narasumber senada warna bangunan bergaya minimalis, tempat kami berkumpul. Kantor marketing Blibli(dot)com di bilangan Petamburan memiliki 3 lantai. Masing-masing lantai memiliki fungsi khusus nan santai. Begitu pun Dini Fitria memberikan uraian kepada kami: fungsionalis juga santai. Saya bertanya-tanya dalam hati, darimana kiranya kepercayaan dirinya bisa sebesar itu? Mungkin, background-nya sebagai seorang reporter media nasional berperan besar atas paparannya kemarin. Mungkin.
Tatkala penulis buku Muhasabah Cinta itu memberikan penjelasan bahwa kata memiliki rasa, saya langsung tertegun.
A-Ha! Itu yang saya cari-cari.
Rangkaian kalimat dalam artikel blog saya kurang memiliki rasa. Dan, itu benar adanya. Pengalaman boleh banyak, teknik menulis bisa segudang, namun jika kekurangan rasa, kalimat menjadi tak bermakna meski ada kebenaran di dalamnya. Sama halnya dengan masakan. Kata pun memiliki proses pembuatan yang hampir sama. Bumbu di dalam kata tersebar banyak. Maka seharusnya, tiap bumbu ditempatkan pada maksud kalimat yang tepat.
Semisal, maksud kalimat kita ingin marah. Maka, bumbu yang tepat adalah menambahkan rasa depresi, penempatan huruf yang tegas dan meledak-ledak, atau bisa juga memperbanyak tanda seru jika diperlukan. Tapi ini hanya sekedar contoh saja dari saya. 
Dini Fitria menegaskan bahwa untuk memperkaya rasa di dalam kalimat diperlukan pemerkaya diksi di dalam otak. Salah satu cara paling efektif, ya dengan memperbanyak baca tulisan orang lain. I dont mind, at all.
Pada sesi berikutnya, produser program Jazirah Islam tersebut kembali membuat saya tertegun. Diksi dalam kalimat boleh dikembangkan, akan tetapi, jangan pula lupakan konsistensi dalam bercerita. Terkadang, saking berbunga-bunganya kalimat, para penulis lupa tema awal tulisan yang mereka buat, sehingga pembacanya tidak mampu mencerna tulisannya yang tampak keren itu.
Premise adalah pernyataan yang digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan. Saya mengenal premise dalam bangku kampus, mata kuliah Dasar Logika. Namun, untuk kasus pembuatan artikel, premise tidak perlu dibuat berbelit-belit dan teoritis. Cukup masukan tiga unsur saja : 1) Ada karakter, 2) Ada intensi, 3) dan halang-rintang yang menghampiri sang karakter dalam menggapai impiannya.
My Big Wish
Intensi atau impian seseorang berbeda-beda, bukan? Untuk itulah, mereka acapkali melakukan hal simbolik dengan merangkai kata-kata dalam doa, atau menuliskannya dalam secarik kertas, lalu diberi judul “My Big Wish”. Mereka berharap kata yang dipilihnya membumbung ke langit dan dibaca langsung oleh Sang Maha Kuasa, karena gema dalam kata tak akan pernah sirna. Seperti itu juga wujud sebuah premis.
Lalu, apa harapan terbesar saya sebagai blogger pemula?
Impian saya adalah kata-kata yang saya ciptakan selama ini dan ke depannya dapat menjadi awan Kintoun milik Son Goku dan membawa saya ke tapal batas tiap negeri; berkelana mengelilingi dunia. Terbang bersama angin dan mendatangi sebuah peradaban untuk mengenali mereka bersama kebudayaan yang dibangunnya.
Tuhan menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, karena itulah manusia disebut mahluk sosial. Mereka tidak dapat hidup sendirian; mereka memerlukan satu sama lain dengan berkumpul dan berserikat. 

Begitu juga Blibli(dot)com hadir di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan belanja konsumennya secara daring. Hemat waktu dan penuh promo. Untuk bulan Maret ini saja, Blibli membuka program yang disebut “My Big Wish”, di mana pelanggan Blibli(dot)com mendapatkan token 1 wish token dalam setiap pembelian. Wish Token tersebut dapat digunakan untuk memenuhi impian kalian, seperti memiliki Mitsubishi Xpander, hingga liburan sepanjang tahun.
Lebih realistis bukan? Info lebih lengkapnya, kalian bisa mampir di link ini, http://blib.li/bigwish-blog. (Pesan sponsor alert! Hha..)

Penutup
Di akhir tulisan ini, saya hendak berterima kasih kepada Teh Ani Bertha, selaku penggagas acara, yang telah mengikursertakan saya belajar bersama. Ucapan ini juga saya haturkan kepada Teh Dini Fitria yang tanpa sungkan memberikan sebagian besar pengetahuannya kepada kami, para blogger (meski dirinya bukan blogger aktif, haha).

Blibli(dot)com dan para pegawainya, serta Zoya Cosmetic; saya pun menghaturkan banyak terima kasih. Paket lengkap sponsor mulai dari gedung dan fasilitasnya, goodie bag beserta produknya, dan atas hal-hal yang saya lupa untuk ungkapkan di sini. 
"Arigatou gozaimasu" (ojigi).

34 komentar: