Penutup Doa dalam Sholat Bikin Masygul Kaum Yahudi

Ada penutup doa yang selalu dilafazkan setelah membaca surah al Fatihah di dalam sholat. Betul sekali! Penutup tersebut dibaca "aamieen". 

Hanya terdiri dari satu suku kata. Akan tetapi, selain berdampak pada doa nya itu sendiri, ada hal lain yang membuat sekelompok orang dan pemeluk agama lain masygul. 

Sebagai informasi, tulisan ini saya susun berdasarkan materi pengajian selama Ramadhan tahun 2024 pagi ini (11/3/2024). Kebetulan saja, kajian bakda subuh tadi membahas tentang sunnah sholat. Saya lupa judul temanya. Itupun tanpa ekspektasi apapun ikut kajiannya. Hanya berharap mendapat pahala itikaf di dalam masjid, di waktu subuh.

"Penutup Doa dalam Sholat Bikin Masygul Kaum Yahudi". Sumber : Milada Vigerova - Unsplash


Suasana Awal Ramadhan 2024

Pematerinya pun saya lupa namanya. Dengan kacamata bundar, penampakannya begitu tawadhu. Berbekal buku saku yang tampak menguning ia membacakan isinya seperti di dalam kelas-kelas pesantren. Diantara fakta yang disampaikan pemateri menarik perhatian saya. terutama terkait masygulnya kaum Yahudi atas keutamaan kaum muslim yang memiliki penutup doa sholat mereka.

Suara ustadz tersebut tampak flat, tidak ada intonasi dan permainan dinamika. Suaranya menggema ke seluruh properti masjid. Bagi yang kurang fokus akan terjebak ke dalam suasana membosankan. Namun sungguh, saya malah bersyukur Ramadhan tahun ini dimulai dengan suasana yang kondusif. Dimulainya bulan suci ini bertepatan dengan proses pemungutan suara Pemilu 2024 telah usai. Proses penghitungannya yang kini tengah berlangsung. Di saat bersamaan, kaum muslimin Indonesia berbondong-bondong datang ke masjid, menunaikan tarawih dan subuh berjamaah. 

Tentunya, akan lebih banyak terdengar koor "aamiien" di pengeras suara - pengeras suara masjid. Ini merupakan keistimewaan bulan Ramadhan dibandingkan bulan-bulan lainnya. Jika sehabis isya jamaah langsung pulang, di bulan ini mereka justru lanjut tarawih. 

Begitupun subuh-nya. Seperti yang baru saja saya laksanakan, cukup banyak jamaah yang hadir. Mulai dari yang sepuh, dewasa, anak muda, anak kecil, yang jomblo maupun yang sudah nikah, mendirikan subuh berjamaah. Selain untuk sholat, pengeras suara itu dipakai juga untuk berdoa. Setelah sholat didirikan, para jamaah berdizikir bersama yang diarahkan oleh imam. Beliau kemudian memimpin doa; yang kami "aamieen" kan.

Ilustrasi kajian subuh Ramadhan 2024. Sumber : Mufid Majnun - Unsplash


Segera setelah hajat kami kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, tersampaikan dalam doa-doa yang panjang, pengurus masjid mengatur jalannya kajian bakda subuh. Sebuah meja tinggi menjulang untuk sang imam yang sekaligus menjadi ustadz kajian menyampaikan materinya.

Di dekat meja sang ustadz, 8 (delapan) orang duduk bersimpuh dengan bermodalkan meja rekal. Mereka adalah para pengurus masjid. Kebanyakan sudah sepuh dan beruban. Namun sikapnya seperti murid sekolah di depan gurunya yang tampak jauh lebih muda dari mereka. 

Jamaah reguler seperti kami mengisi spot-spot yang tersisa banyak, baik di dekat tiang masjid, tembok masjid, atau juga spot-spot kosong lainnya di belakang pengurus. Ya, tau dirilah kami. Namanya juga cari ilmu, adab harus dijunjung tinggi dengan mendahulukan tuan rumah.

Bisa dikatakan, pembahasan tentang fiqih mudah bikin rasa bosan hadir. Hampir seluruh jamaah yang mengikuti kajian tertidur. Saya pun hampir tertidur. Fokus saya hampir hilang kalau saja tidak mendengarkan bagian "penutup doa sholat" umat Islam, yang disampaikan langsung sang imam.

Fakta terkait ini ternyata tidak sesederhana suku kata yang digunakan. 

"Aamieen" yang Paling Kencang

"Aamiien" memang hanya terdiri dari satu suku kata. Tetapi falsafah, manfaat dan dampaknya cukup besar bagi mereka yang mengimaninya.

Aamiien memiliki arti "kabulkanlah doa kami". Wajib dibacakan ketika surah Al Fatihah selesai diperdengarkan di dalam sholat. Penutup tersebut bisa dibilang sebagai salah satu anugerah dan keutamaan bagi kaum muslimin. Aku pribadi belum tau ataupun mendengar kelompok agama lain menutup doa-doa mereka dengan bahasa mereka masing-masing seperti apa yang dilakukan kaum muslim. Correct me if i'm wrong

Satu suku kata penutup itu wajib dibacakan oleh seluruh jamaah sholat. Saking utamanya - berdasarkan penuturan sang ustadz - sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW membaca sekencang-kencangnya. "Saking kencangnya suara para sahabat, tiang-tiang dan atap masjid bergetar", tutur sang imam subuh tadi. 

Yang kembali menarik perhatian saya, ustadz kajian subuh menuturkan kalimat di atas dengan wajah yang flat, intonasi suara yang biasa saja (seperti orang lagi baca buku dikelas), dan membuat hampir seluruh jamaah makin terlelap dalam tidurnya.

Otak saya justru coba membayangkan apa yang diceritakan oleh sang ustadz. Berusaha mencerna fakta tersebut dalam konotasi positif dan penuh penasaran. Tampak bahwa ada sebuah gairah yang menyala di dalam kata "aamiien" itu. Ada sebuah kebanggaan. Ada sebuah harapan seorang hamba yang ingin doanya didengar oleh Sang Maha Pencipta. Jika perilaku tersebut disunnahkan oleh Nabi, artinya hal tersebut sangat dianjurkan.

Fakta berikutnya adalah perilaku ini berdampak kepada kepercayaan diri kaum yahudi pada saat itu.

Sebagai informasi, dari kaum Yahudi ini lahir agama Yahudi itu sendiri dan agama Nasrani. Mereka berdoa kepada Tuhan yang sama. Mereka juga tentunya memiliki harapan dan hajat yang sama dengan umat Islam. Persoalannya --menurut sang imam subuh-- Allah SWT tidak menurunkan sebuah penutup doa bagi mereka. 

Ini juga aku baru tahu. Ibaratnya, kata "aamiien" adalah properti yang tidak dimiliki oleh semua agama, termasuk yahudi dan nasrani. Yang selama ini aku tahu, setelah baca Al Fathihah wajib menutupnya dengan satu suku kata tersebut. Namun ajaran tersebut tidak ada di dalam komunitas Yahudi. Sebelum-sebelumnya tidak ada Nabi-Nabi mereka mengajarkannya, baik secara lisan maupun tulisan.

Paragraf ini bukan dalam rangka menjatuhkan agama tertentu, ya -- mohon para pembaca untuk bijak didalam memahami tulisan saya ini secara objektif. Karena perlu saya lanjutkan bahwa menurut sang imam subuh tadi, umat Nasrani yang menggunakan penutup doa pun menyalinnya dari apa yang diajarkan secara ekslusif oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya. Jadi, apa yang pemeluk Nasrani kerjakan tidak otentik.

Balik lagi ke para sahabat Nabi SAW. Bagi kaum Yahudi yang mendengar kencangnya suara "aamiien" milik sahabat Nabi, kaum Yahudi sampai berharap memiliki penutup doa yang sama atau setara dengan yang dilafazkan oleh para sahabat itu. Mereka masygul, berharap mendapat keutamaan yang sama dari Tuhan seperti apa yang dimiliki oleh umat Islam kala itu.

"Kaum Yahudi yang mendengar suara kencang para sahabat Nabi itu, sampai bernadzar akan membuat sebuah hari raya khusus, sekiranya Tuhan menurunkan sebuah keutamaan yang sama khusus bagi mereka. Mereka akan menamakannya sebagai Hari Raya Penutup Doa", ujar sang imam di subuh hari tadi.


Note : Tulisan ini hanyalah opini penulis. Ditulis berdasarkan pengalaman langsung tanpa validasi lebih lanjut. Jika ada saran/tambahan/sanggahan sangat diperkenankan.

15 komentar untuk "Penutup Doa dalam Sholat Bikin Masygul Kaum Yahudi"

Arni 18 Maret 2024 pukul 01.52 Hapus Komentar
Doa, dari siapapun, kapanpun, selayaknya memang diarahkan untuk kebaikan. Doa-doa dipanjatkan kepada-Nya dengan harapan yang baik-baik. Sehingga adalah hal yang wajar ketika ditutup dengan harapan semoga doa tersebut dikabulkan.
Semoga kita semua senantiasa diberkati, menjadi orang baik yang terus menyuarakan kebaikan baik dalam interaksi maupun dalam doa pada Yang Maha Kuasa
Keke Naima 18 Maret 2024 pukul 08.29 Hapus Komentar
Saya baru tau kisah tentang 'penutup doa' ini. Ketika mendengarkan sesuatu yang baru diketahui memang menjadi menarik. Semoga seluruh doa baik yang dipanjatka dikabulkan oleh-Nya.
Lia Lathifa 18 Maret 2024 pukul 10.02 Hapus Komentar
Sebab tulisan mengenai Aamiin, saya pun beranjak ke tulisan-tulisan lain di google yang membahas asal usul aamiin ini, ingin tau apa iya ucapan ustadz yang kakak dengarkan itu benar, dan uniknya jamaah malah terkantuk-kantuk seperti lagi diceritakan dongeng mungkin ya, hehe..

Setelah saya baca artikel lainnya, ternyata kaya sekali bahasannya mengenai aamiin ini, masih simpang siur, mulai tentang bahasa serapan, cara pengucapannya agar tak salah arti, bahkan ada tata cara saat diucapkan dalam sholat. Wah menambah ilmu banget ini sih
Tyo cyber 18 Maret 2024 pukul 14.31 Hapus Komentar
Opini yang menarik kak Barakallah
Windi astuti 18 Maret 2024 pukul 16.31 Hapus Komentar
ngebayangin saat berusaha mendengarkan tausiyahnya, menepis rasa ngantuk dan membosankan ya..So far, tetap ada ilmu daging tentang kalimat amin sebagai penutup doa..Jadi pengen nyari data pendukung lain tentang makna amin yang sebenarnya
Blog Guru Supadilah 18 Maret 2024 pukul 20.25 Hapus Komentar
Ringan tetapi bermakna. Jarang diulas dan dikupas juga. Hehe.. Di beberapa tempat volume suara Aamiin ini memang beda-bedda. Tetap kedepankan ukhuwah. (Supadilah)
Imawati A. Wardhani 18 Maret 2024 pukul 22.55 Hapus Komentar
Wah, baru paham ternyata doa lafadzh amiinn itu sendiri bisa membuat kaum Yahudi keder dan "iri" ya sama umat muslim. Semoga Allah SWT memberkahi kita di bulan Ramadan ini dan mengabulkan doa-doa kita. Aamiin..
Lintang 18 Maret 2024 pukul 23.25 Hapus Komentar
Sebuah insight baru bagi saya kalau sebuah penutup doa yang bahkan sering diucapkan orang-orang hanya karena reflek aja begitu powerfullnya.
Hingga kaum Yahudi begitu merindukannya dan membuat sebuah hari raya khusus..
Ika Maya Susanti 19 Maret 2024 pukul 09.05 Hapus Komentar
Wah saya baru tahu sejarah kata aamiin seusai salat. dan saya juga jadi baru tahu loh kalau di agama lain, ucapan aamiin ini justru meniru dari ajarannya Rasulullah.Oh iya satu lagi yang ingin saya komentari adalah tentang bagaimana penceramah menyampaikan materi. Emang sih seorang penceramah itu kalau misalkan hanya menyampaikan materi yang biasa saja namun cara membawakannya menarik, justru di situlah magnet yang bisa membuat hadirin sekalian jadi memahami materi yang ia sampaikan. sayangnya meski materinya bagus tapi kalau cara penyampaiannya biasa saja, jatuhnya memang kerap membuat pendengarnya jadi mengantuk
Bai Ruindra 19 Maret 2024 pukul 18.03 Hapus Komentar
Setiap kita berhak untuk berdoa sebaik mungkin dan setinggi-tingginya untuk mendapatkan berkah karena dengan meminta akan diberikan meskipun bukan sekarang bisa nanti-nanti
Topik Irawan 19 Maret 2024 pukul 18.08 Hapus Komentar
Alhamdulillah hingga saat ini dalam iman Islam, sesuatu yang membuat kita bersyukur, kajian shubuh memang bikin ngantuk dan itu godaannya kali ya.semoga kita tetap istiqomah, Aamiin. Ini yang membuat Yahudi jadi iri ya.
Yonal Regen 19 Maret 2024 pukul 19.02 Hapus Komentar
Mendengarkan ceramah pas bulan Ramadhan itu memang butuh usaha banget. Godaan terberatnya adalah melawan rasa kantuk, ya. Tapi kalau penceramahnya ngasih materi yang menarik dengan pembawaan yang menarik pula, kayanya bakal bikin kita melek sih
Bunsal 19 Maret 2024 pukul 19.14 Hapus Komentar
Sangat sepakat dengan kalimat 'kesan konotasi positif'. Saya pun sering merasakan dampak rasa yang kompleks di setiap momen pengucapan 'aamiin'.
Misal, ketika akhirnya bisa kembali sholat berjemaah setelah era covid, di mana masjid pun sampai ditutup.
'Aamiin' pertama setelah Al Fatihah dari rakaat pertama sungguh menggetarkan kalbu. Betapa harap dan doa sungguh-sungguh dilantunkan ke haribaan Allah SWT.
Sebaik-baiknya tempat meminta.
Jihan Mayzura 19 Maret 2024 pukul 21.33 Hapus Komentar
Saya baru denger kalimat ini, tapi sepakat sih sama ustadz yang mengisi materi kajian subuh-nya. "Kaum Yahudi yang mendengar kencangnya penutup doa para sahabat Nabi, bahkan akan membuat sebuah hari raya khusus, sekiranya Tuhan menurunkan kepada mereka sebuah penutup doa. Namanya Hari Raya Penutup Doa",
Dee_Arif 21 Maret 2024 pukul 20.05 Hapus Komentar
Terima kasih sudah membagi cerita isi ceramahnya
Jadi tahu saya
Hehe kalau solat jamaah di masjid, anak anak kecil paling semangat teriak amin