Navigation Menu

7 SPOT INSTAGRAMABLE JAKARTA FAIR KEMAYORAN 2018

Allahu Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar."
"Laa ilaaha ilallahu wallahu Akbar. Allahu Akbar, wa lillahilhamd."

Kumandang takbir di langit telah berlalu. Hari kemenangan masih terasa. Di kampung-kampung, di jalanan Jakarta yang ditinggal pergi sementara, serta di rumah-rumah yang penghuninya tidak memiliki agenda mudik tahun ini.

Tahun ini libur lebaran begitu panjang. Suatu nikmat yang perlu disyukuri bahwa warga Indonesia dapat berlama-lama silahturahmi dengan keluarga; menikmati sajian khas makanan turun-temurun. Biasanya, akan berlanjut dengan menikmati jalan-jalan keliling kampung.

Tapi bagi warga kota yang tidak memiliki kampung kecuali Jakarta berwisatanya gak jauh-jauh dari kebon binatang, pantai ancol yang berbayar, taman mini, atau ke tempat yang biasanya dari tahun ke tahun dikunjungi.

Gak masalah sih, karena tempat tersebut memang ikonik banget. Sayang kalau dilewati begitu saja, apalagi bersama keluarga.

Justru di tahun ini, saya ingin kembali mengingatkan bahwa ada pameran milik kota Jakarta yang disebut sebagai terlama, terbesar, dan terlengkap di kawasan Asia Tenggara. Yup, Lebaran tahun ini berbarengan dengan hadirnya Jakarta Fair Kemayoran.

Pameran yang dulu disebut sebagai Pekan Raya Jakarta dimulai pada tahun 1967. Dikarenakan bertepatan dengan kehadiran Ramadhan dan libur Lebaran, PRJ akan dibuka lebih lama: 40 hari ke depan hingga 1 Juli besok.

Jadi, para warga yang tidak mudik, maupun yang pulang mudik, tidak akan ketinggalan menikmati serunya festival yang ditargetkan menghimpun 7 trilyun total transaksi itu. Besar sekali, ya. Tentu saja. Hal ini dikarenakan Jakarta Fair Kemayoran sudah menjadi bagian dari kebanggaan warga ibukota.

Sebenarnya, Jakarta Fair Kemayoran itu tidak hanya mengeksploitasi diskon gede-gedean aja loh. Barang-barang berkualitasnya memang keren. Potongan harganya sadis. Ceceran voucher-nya ada di mana-mana. Tapi, kalian harus tahu kalau ada spot-spot bagus buat kita, para pengunjung, berswafoto ria.

Saya sudah menghimpun beberapa gambar dari para nara-blog terkenal se-Jakarta untuk disajikan khusus dalam artikel saya. Yuk, cekidot..

1. Dunia Pesta Bola

Area ini khusus disediakan penyelenggara berkenaan hadirnya event olahraga sepakbola internasional, Piala Dunia Rusia. Berlokasi di kawasan Gambir Expo, Dunia Pesta Bola menjadi area khusus yang pas buat ber-selfie. Dummy dan letaknya sangat asik. Posisinya sendiri dekat dengan danau parkir zona biru.

Dunia Pesta Bola ditujukan untuk memberi tempat bagi seluruh masyarakat, khususnya di wilayah Jakarta dan berbagai kalangan menyaksikan seluruh pertandingan Piala Dunia tahun ini. Total penayangannya 64 pertandingan yang dilakukan secara langsung dari Rusia.
Sumber : Facebook Andik Irwanto

Selain itu, panggung utama juga disediakan penyelenggara. Layar raksasa terpampang di atasnya serta akan menghadirkan berbagai musisi dalam negeri demi menghibur pengunjung. Selain itu terdapat cosplay, kabaret, wahana permainan untuk anak-anak, food bazaar, dan stand merchandise.

2. Gedung Pusat Niaga

Gedung ini berada di gerbang loket 9 JIExpo. Posisinya berada di paling selatan Arena Pekan Raya Jakarta. Pusat Niaga menjadi gedung yang menghadap langsung ke arah kegiatan berlangsungnya pameran terbesar tersebut.

Gedung Pusat Niaga terdiri dari lima lantai. Di dalamnya terdapat merchant department store, sponsor, dan barang-barang olahraga. Kaum hawa pasti akan lebih menyukai isi di dalam gedung ini karena terdapat banyak perlengkapan rias wanita untuk mempercantik diri. Apalagi mengingat potongan harga, cash back, dan lain sebagainya yang menguras nalar pikir.
Dokpri

Tapi, siapa sangka di lantai 2 gedung Pusat Niaga terdapat spot instagramable. Letaknya berada di sisi utara kaca gedung. Disana terdapat tempat beristirahat dengan susunan kursi dan meja. Kacanya tembus menghadap lapangan yang dipenuhi tenda-tenda merchant. View-nya yang begitu membuka pikiran sangat bagus untuk diabadikan. Coba deh.

3. Hall C, Anjungan Provinsi

Pintu masuk anjungan berada di Hall C.1. Posisinya mudah ditemukan karena berada di seberang stand merchant Kawasaki. 
Begitu masuk pintunya pengunjung dapat menyaksikan backdrop dengan gambar ondel-ondel. Khas Betawi banget. Selain itu, banyak juga pengunjung yang mengambil gambar dirinya di sana.
Dokpri

Makin ke dalam, suasana makin semarak karena banyaknya stand-stand yang berhubungan langsung dengan Pemda DKI Jakarta, seperti : MRT Jakarta, JakPro, RPTRA, Panggung budaya, bahkan atribut Asian Games 2018 ikut meramaikan anjungan. Tinggal pilih saja mau selfie di mana. Hasilnya gak akan mengecewakan.

4. Pasar Malam

Area Pasar Malam ini sejatinya pusat kuliner lokal-tradisional. Namun, selain kuliner terdapat juga wahana rumah hantu yang menggodok adrenalin. Seru deh. 
Sumber : Facebook Achmad Humaidi

Tapi, sebelum masuk ke area pasar, jangan lupa foto-foto bareng teman atau keluarga. Booth-nya banyak tersedia dalam berbagai macam konsep yang lucu dan seru untuk diabadikan.

5. Panggung Utama

Panggung utama ini area musik utama yang disajikan pihak penyelenggara. Panggungnya luas dan tersedia area kosong kala sore untuk diabadikan secara sendiri atau bersama-sama.
Sumber : Facebook Ruslan

Saya sih memberikan saran untuk ber-selfie atau wefie di area ini saat sore. Karena, saat malam sudah pasti penuh pengunjung akibat ratusan artis dan band papan atas akan menampilkan kebolehannya di atas panggung.

6. Stand Korean Food

Penggemar K-Pop boleh berbahagia atas kehadiran the one and only, The Korean Food stand. Tempat dimana uang kalian bisa diinvestasikan demi menikmati pengalaman nikmatnya kuliner asal negeri ginseng tersebut.

Satu-satunya stand yang menyuguhkan budaya luar negeri ini menghadirkan banyak hal yang menggoda selera. Hal ini nampak dari antusias pengunjung yang rata-rata berjenis kelamin perempuan. Kalaupun tidak, yang datang adalah pasangan-pasangan muda.
Sumber : Facebook Valka Kurniadi

Selain menu makanan, Korean Food juga menyediakan Hanbok untuk digunakan pengunjung berswafoto bareng teman.

7. Stand Nikon

Nikon corporation atau cukup disebut Nikon adalah perusahaan multinasional yang berpusat di Tokyo, Jepang. Spesialisasi produk Nikon pada Product imaging dan optik; salah satu produk terkenal di seluruh dunia.
Sumber : Facebook Luthfi Kurniawan

Pada kesempatan kali ini, Nikon ikut memeriahkan Jakarta Fair Kemayoran 2018. Salah satu sudutnya dihias sedemikian rupa sehingga menarik perhatian pengunjung berpose dengan latar instagramable.

Tertarik? Yuk, dicoba! 

Note : 
Libur lebaran 11 - 20 Juni Jakarta Fair buka dari 10.00 - 23.00  Wib

Kecuali malam takbiran dari 10.00 - 18.00 dan lebaran hari pertama dibuka jam 14.00 - 23.00 Wib

1 komentar:

LIMA NILAI LUHUR YANG KIAN DIRINDUKAN ANAK BANGSA


Saya bersyukur pernah merasakan pendidikan Pancasila secara intens semenjak SD hingga pendidikan tingkat atas. Saat itu, pikiran ini dipenuhi kebanggaan telah menjadi bagian dari bangsa yang ramah, sopan dan santun.
Namun, seiring berkembangnya teknologi, dan makin maraknya dinamika politik di dalam negeri, anak bangsa Indonesia makin beringas. Mereka bergelimang dalam hoaks dan adu domba. Persatuan dan kesatuan Indonesia makin terancam; anak bangsa terbelah makin tajam dalam kelompok yang berbeda.
Pancasila yang dahulu sakral kini hanya jadi alasan untuk saling menjatuhkan sesama warga. Negeri ini gersang akan idealisme yang mempersatukan.
Sumber : Montasefilm.com
Untuk itulah, film LIMA hadir dilayar lebar sebagai upaya merefleksikan kembali nilai-nilai luhur bangsa yang makin ditinggalkan ini. Tanggal tayang perdananya sendiri mengambil momen peringatan Hari Lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni. Kegiatan nonton bareng di XXI Djakarta Theather, Sarinah, Jakarta Pusat, ini diprakarsai oleh e-commerce Shopback.
Sinopsis LIMA
Maryam telah wafat. Ibu dari tiga anak itu meninggalkan dunia ini menuju keabadian dalam suasana yang khusyuk.
Fara yang mengikuti agama sang ibu, dan kedua putra Maryam yang beragama sesuai keyakinan almarhum sang suami, Kristen, terus berdebat mengenai apa yang wajib dan yang tidak pantas untuk prosesi penguburan sang bunda. Fara, Aryo, dan Adi terus-menerus berargumentasi di kala tubuh Maryam yang terbujur kaku semakin dingin.
Pada adegan berikutnya, keluarga besar almarhumah Maryam harus menghadapi ujian hidup yang lain. Ketiga putra dan putrinya harus belajar memaknai hidup tanpa sang ibu terkasih. Hidup memang tidak semudah dan sesempurna dari yang dibayangkan. Tanpa sebuah pegangan, kehidupan rumah tangga mereka bisa porak-poranda.
Adi yang masih duduk dibangku sekolah tingkat atas harus berhadapan dengan aksi perundungan sesama teman sekelasnya. Bahkan ia harus berurusan dengan kepolisian dan belajar banyak memaknai arti kemanusiaan yang adil dan beradab.
Fara yang berprofesi sebagai pelatih renang nasional ditekan sedemikian rupa oleh pemilik klub. Ia lebih dewasa dari yang lain. Namun, di balik kuatnya kepribadian Fara, terdapat tanggung jawab yang besar dalam mengelola masalah diskriminasi anak-anak asuhnya. Perempuan itu berpikir lebih keras untuk menjaga kekompakan calon-calon atlet renangnya menuju Asian Games tahun ini.
Di sisi yang lain, Aryo baru saja kehilangan pekerjaan yang dibangunnya dari semenjak awal. Tak memiliki aktivitas menjadikan dirinya terlibat hutang dengan berbagai pihak. Ia memerlukan dana segera demi melunasi tunggakan yang kian mendekati tenggat pembayaran. Namun, karena kondisi itulah ia kehilangan kepercayaan dari seisi rumah. Aryo berusaha sekuat tenaga kembali menyatukan serpihan-serpihan yang pecah dari bingkai rumahnya.
Permasalahan makin runyam ketika Bi Ijah berniat ingin pulang ke kampung meninggalkan kediaman almarhumah Maryam. Ketiga anak pemilik rumah merasa keberatan dengan keputusannya. Namun, kondisi sosial Bi Ijah memaksanya untuk kembali kepada anak-anaknya di kampung yang ternyata segera mendapatkan masalah.
Resume
LIMA berkonsep Omnibus di mana penggarapannya dilakukan oleh lima sutradara yang berbeda. Masing-masing sutradara memegang brief yang berbeda mengenai sila-sila dalam Pancasila.
Sila pertama dipegang oleh Shalahuddin Siregar. Sila kedua dibesut oleh Tika Pramesti. Sila ketiga disutradarai oleh sang produser film Lola Amalia. Sila keempat oleh Harvan Agustriansyah, dan sila kelima dikomandoi Adriyanto Dewo.
Sebagaimana Pancasila itu kata-kata luhur, demikian pula film ini memiliki kekuatan pada kata-kata. Persuasinya begitu fokus menggugah pikiran para penonton, sehingga LIMA menjadi film yang tidak mengumbar kisah picisan.
Di setiap adegannya kita dengan mudah mencerna kisah-kisahnya. Hal ini dikarenakan LIMA mengangkat problematika yang terjadi pada bangsa ini. Alur ceritanya begitu pas, dialognya begitu mengena, minim latar musik, kuat pada dinamika ekspresi dan dialog antar pemain. Tidaklah salah jika film ini bagaikan oase ditengah gersangnya kehidupan berbangsa, sekaligus oase bagi standar cerita perfilman Indonesia yang tidak kunjung berkembang.
Kami mau membuat film ini karena menyadari bahwa Indonesia penuh dengan toleransi. Jadi, kami memvisualkannya berdasarkan kisah-kisah dan peristiwa nyata yang terjadi beberapa tahun belakangan ini di Indonesia,” terang sutradara sekaligus produser film LIMA, Lola Amalia.
Penutup
Suatu ketika, datang teman saya sesama remaja mushola gang-an. Ia menceritakan bahwa ada salah satu warga meminta bantuan kami mengurusi jenazah pamannya.
Sang paman telah ditinggal cerai istrinya sehingga ia tak lagi memiliki sesiapa yang bisa mengurusinya. Ditambah lagi, pria tersebut seorang mualaf yang tinggal bersama saudaranya yang beragama Kristen.
Oleh karenanya, sang keponakan meminta bantuan Remaja Mushola Al-Ikhsan untuk mengurusi jenazah pamannya sesuai syariat Islam.
Saat itu, warga yang beragam Kristen ikut membantu perihal administrasi dan teknis-teknis yang tidak berhubungan dengan syariat. Bahkan mereka ikut mengantar jenazah dan mengatur lalu lintas agar pamannya sampai hingga ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Benar-benar suatu kekompakan antar dua agama berbeda. Kami tidak perlu mengusik syariat agama yang berlaku. Tetapi kami harmonis untuk teknis-teknis di luar itu.
Sang paman telah masuk ke dalam liangnya. Gundukan tanah pun siap dituangkan ke dalam kuburnya.
Prosesi penguburan telah selesai. Kami yang beragama Islam memulai doa untuk yang telah berpulang ke Rahmatullah. Lalu dilanjutkan dengan doa dari pihak keluarganya yang beragama Kristen.
Segalanya berlangsung secara alami dan saling pengertian. Tidak ada paksaan; tak ada yang merasa tersakiti.
Kejadian itu sangat membekas di hati saya. Sebuah momen yang terjadi lama sebelum adanya film LIMA. Sangat disayangkan jika kita sebagai anak bangsa melupakan arti sebagai manusia; lupa bahwa kita memiliki Pancasila.

1 komentar:

FESTIVAL JAKARTA YANG MENJADI KEBANGGAAN WARGA

Gedung itu dapat terlihat dari Gate 2 Jakarta Fair Kemayoran. Di salah satu jendelanya tampak gosong. Itulah bangunan yang sempat menghebohkan publik Indonesia baru-baru ini.

Pada Minggu (3/3) kemarin media massa online heboh memberitakan Pekan Raya Jakarta mengalami kebakaran.

Penyebabnya tidak diketahui, namun publik terlanjur merasakan ketakutan.
Saya pun penasaran untuk melihat gedung itu dari dekat. Jaraknya dari gate 2 sekitar 800 meter. Saya mendekatinya dengan berjalan kaki kemarin (8/9).

Rupa jalan yang saya lewati tak begitu rapi. Kerikil di mana-mana, gundukan tanah tampak tak terawat. Yang paling menarik perhatian kami adalah gen
angan air yang begitu panjang. Teman saya berkata, “dulu gak ada beginian.”

Begitu sampai di gedung penyebab kehebohan tersebut, di depan pagarnya berdiri bangunan sementara yang terbuat dari tripleks. Dinding tripleknya terpasang papan deskripsi proyek pembangunan gedung. Jelaslah bahwa bangunan ini sedang dalam proses pengerjaan. Apalagi, hampir sebagian besar bangunannya belum diplester sehingga mengekspos susunan-susunan batakonya.

Gedung Pusat Niaga

Tujuan saya berikutnya adalah gate 9. Di sana terdapat gedung Pusat Niaga yang menjadi titik berkumpulnya kami, para blogger Jakarta.

Mulai dari titik kami berdiri memperhatikan lokasi gedung yang menjadi pemberitaan nasional itu hingga ke gate 9 harus dilalui dengan berjalan kembali 800-an meter. Kami pun melangkahkan kaki sedikit berputar karena gedung Pusat Niaga berada di sisi barat laut kawasan JIExpo.

Jika dilihat dari kedatangan para pengunjung tampak masih terlihat antusias di wajah mereka. Orang-orang itu pun tak menampakkan kekhawatiran meski saya yakin mereka pernah mendengar isu musibah tersebut.

Setelah memasuki area gedung, saya langsung menuju lantai 3 untuk beristirahat sejenak di mushola-nya. Lalu segera melakukan liputan bersama rekan-rekan blogger.

Saat hendak turun melalui eskalator, saya terkesima dengan pemandangan di balik kaca lantai 2, gedung Pusat Niaga. Cuaca begitu cerah, stand merchant dipenuhi kelap-kelip lampu, latar musik menggema di segala penjuru. Jakarta Fair hari itu tampak hidup menawarkan barang dan jasa.

Lantai dua ini juga dipenuhi perlengkapan rias khas wanita. Aromanya semerbak menusuk indera penciuman saya. Tapi semarak warna make up tool justru menggerakkan jemari saya untuk mengabadikannya.

Pada kesempatan itu, saya memberanikan diri untuk mewawancarai sales di sana. Dalam keterangannya, ia mengaku sedang bekerja saat kejadian tersebut berlangsung.

“Apakah kejadian kemarin mempengaruhi penjualan?” tanya saya. Ia mengakui bahwa kejadian tersebut benar-benar menurunkan transaksi penjualan alat kosmetiknya. Artinya, bahwa musibah kebakaran kemarin memang efektif melemahkan minat warga mengunjungi Pekan Raya Jakarta Kemayoran.

Namun yang paling menarik adalah bagaimana pengakuannya atas tindakan manajemen kala asap terlihat membumbung di salah satu sudut jendela oleh mata kamera publik. Mereka segera dievakuasi menuju titik berkumpul, sebelum setelahnya segera menyelamatkan barang dagangannya.

Respon penyelamatan yang cepat dan tanggap dilaksanakan pihak manajemen. Sehingga demikian, para merchant dapat kembali menjajakan barang dagangannya dengan aman dan nyaman pasca kehebohan itu selesai.

Permasalahannya kemudian adalah bagaimana meyakinkan warga untuk kembali mendatangi Jakarta Fair? Itulah pernyataan yang tersirat oleh sang sales tersebut.

Pengunjung dalam Sorotan Mata

H+5 dari kejadian pengunjung masih memenuhi ruas-ruas jalan kawasan JIExpo Kemayoran. Saya kesulitan membandingkan besaran pengunjung sebelum dengan sesudah kejadian. Tapi mata saya dipenuhi orang-orang berlalu-lalang.

Kalau dibilang jumlah pengunjung sebanyak itu adalah sepi, mungkin kondisinya kini mulai bergeliat ramai. Kenyataannya memang antusias pengunjung PRJ cukup besar, sehingga sales-sales berwajah muda rupawan itu pun tak sungkan menawarkan barang dagangan kepada mereka.

Dari Hall A saya menyebrang ke Hall C. Tampak angkutan “Wara-Wiri” dipenuhi penumpang dan siap mengantar mereka mengelilingi festival terbesar se-Asia Tenggara itu. Sejenak, saya mengabadikan momennya.

Di Hall C terdapat area yang disebut sebagai Anjungan Provinsi. Di dalam sana saya mengistirahatkan diri. Begitu banyak dummy yang dipamerkan. Mulai dari MRT Jakarta, JakPro, RPTRA, dan lain sebagainya.

Area Anjungan dibuat sedemikian cozy. Sak-sak karung berbahan lembut disediakan dalam jumlah banyak dan tersebar dibeberapa titik. Fungsinya untuk dijadikan tempat bersandar pengunjung.

Di dalamnya juga terdapat panggung sebagai sarana atraksi budaya. Posisi panggung dengan zona RPTRA dipisahkan oleh maket lansekap bangunan-bangunan berciri khas kota Jakarta. Tampak memukau penglihatan. Kembali jemari saya tak kuasa mengambil gawai berkamera dan mengabadikannya.

Tapi saya tidak sendiri saat memotretnya. Salah satu pengunjung ikut mengambil gambar bersama.

Saya memperkenalkan diri sebagai blogger yang meliput kegiatan PRJ; lelaki itu memperkenalkan diri sebagai Rizky.

Rizky mengaku sudah dua kali mengunjungi Jakarta Fair tahun ini. Bagi saya, hal tersebut bisa dibilang rekor. Apalagi mengingat adanya isu kebakaran.

“Pernah dengar berita PRJ kebakaran?” saya tanyakan.

“Tau dari media sosial.” Jawabnya singkat.

“Nggak khawatir?

“Nggak.” Si Rizky menjawab yakin.

Pria berkisar 25 tahun itu memang sudah biasa berkunjung ke Pekan Raya Jakarta dari tahun ke tahun. Akunya, kegiatan festival tahunan itu cukup menarik; belum lagi potongan harga yang ditawarkan merchant-merchant yang bekerjasama dengan PRJ. Baginya, cukup menggoda rasa penasarannya untuk senantiasa berkunjung.

Di akhir wawancara, Rizky berkata bahwa sebagai warga Jakarta, festival ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari ibukota. Kejadian apa pun yang menjadi isu PRJ tidak akan mengurangi antusiasnya memeriahkan kegiatan yang menjadi kebanggaan kota Jakarta tersebut.

0 komentar: