Mendulang Emas di Bank Sampah Desa Setia Asih Bekasi
Sebuah tempat sampah berdiri memamerkan batangan emas.
Gambar di sebuah baliho itu terpajang di pinggiran kali. Sebuah kontradiksi yang dipamerkan oleh petinggi desa demi menjaga citra.
Apa hubungannya, coba?
Tempat sampah adalah sebuah medium pengumpul buangan akhir warga. Tak berfaedah.
Sedangkan emas adalah alat tukar berbentuk logam mulia. Saking mulianya tidak ada tuh, yang mau taruh emas disembarang tempat. Apalagi tempat sampah.
Mencibir gambar ini sangat mudah, memang. Tapi ini bukan gambar sembarang gambar. Ia-nya adalah gambar maskot dari sebuah gerakan sosial kemasyarakatan di sebuah desa bernama Setia Asih.
Desa Setia Asih berada di bawah administrasi Kabupaten Bekasi. Dari stasiun Bekasi, setiap orang dapat menggunakan berbagai macam alternatif transportasi menuju ke sana. Letaknya persis di Kecamatan Tarumajaya.
Semenjak tahun 2016 hingga 2017, desa Setia Asih melakukan gerakan sosial. Pelatihan batik, pelatihan pembuatan dodol, pelatihan aquaponik. Semua hal itu untuk meningkatkan kapabilitas warga demi menyejahterakan mereka.
Kini, di tahun 2018, Pemda setempat meresmikan Bank Sampah dan Taman The Gade (2/8). Perjalanan panjang semenjak 2016 ini pun transit di area lingkungan hidup; di mana kesadaran dan kerjasama masyarakat sangat dibutuhkan.
Luas pembangunan Bank Sampah dan Taman The Gade adalah sekitar 3,5 hektar; sebuah wilayah pengairan yang dahulunya padat rumah penduduk.
Para penduduk yang mendiami tanah perairan milik Pemda itu menyadari bahwa mereka membangun di tanah milik publik. Maka, mereka merelakan aset yang pernah dibangunnya untuk kemaslahatan bersama.
Bukan hanya itu, warga juga bersama-sama merevitalisasi aliran kali yang dahulu menjadi pembuangan akhir.
Di era keterbukaan informasi ini sangat dibutuhkan peran swasta dan stakeholder sebagai bagian solusi lingkungan sekitar. Itulah yang dilakukan Pemda setempat. Mereka menggandeng BUMN dan warga sekitar untuk bergerak menjaga kebersihan lingkungan.
Infrastruktur pendukung juga telah dipersiapkan demi keberhasilan Bank Sampah ini. Sebanyak 15 pos pengumpul sampah tersedia di berbagai wilayah seluruh desa Setia Asih. Sehingga mempermudah akses sampah menuju pengelolaannya.
Di Bank Sampah ini, bahan-bahan buangan rumah tangga akan dikategorisasi berdasarkan organik dan non-organik.
Sampah berbahan organik akan dimasukkan ke dalam komposer berbentuk tong besar untuk diurai. Nantinya, komposer menghasilkan pupuk cair.
Pupuk cair tersebut sangat bermanfaat bagi tanaman di halaman rumah. Hasilnya telah teruji di lapangan.
Sedangkan sampah plastik akan dikumpulkan bersama untuk dihitung massa beratnya. Sampah ini yang nantinya menjadi nilai tabungan bagi para nasabah (warga desa).
Setelah tabungan nasabah Bank Sampah mencapai 50 ribu rupiah, nilai tersebut akan dikonversi oleh Pegadaian sebagai emas, dan tercatat pada buku emas yang dikeluarkan khusus oleh BUMN tersebut.
Pak Harry selaku administrasi Bank Sampah desa Setia Asih mengakui bahwa emas dapat menjadi stimulan bagi warga agar gemar menabung sampahnya di sini.
“Emas itu kan bisa jadi investasi, mas. Makanya warga suka datang ke sini (bawa sampahnya),” jelas beliau.
Gambar di sebuah baliho itu terpajang di pinggiran kali. Sebuah kontradiksi yang dipamerkan oleh petinggi desa demi menjaga citra.
Apa hubungannya, coba?
Tempat sampah adalah sebuah medium pengumpul buangan akhir warga. Tak berfaedah.
Sedangkan emas adalah alat tukar berbentuk logam mulia. Saking mulianya tidak ada tuh, yang mau taruh emas disembarang tempat. Apalagi tempat sampah.
Mencibir gambar ini sangat mudah, memang. Tapi ini bukan gambar sembarang gambar. Ia-nya adalah gambar maskot dari sebuah gerakan sosial kemasyarakatan di sebuah desa bernama Setia Asih.
Desa Setia Asih berada di bawah administrasi Kabupaten Bekasi. Dari stasiun Bekasi, setiap orang dapat menggunakan berbagai macam alternatif transportasi menuju ke sana. Letaknya persis di Kecamatan Tarumajaya.
Perjalanan CSR PT. Pegadaian di Desa Setia Asih (Dokpri) |
Semenjak tahun 2016 hingga 2017, desa Setia Asih melakukan gerakan sosial. Pelatihan batik, pelatihan pembuatan dodol, pelatihan aquaponik. Semua hal itu untuk meningkatkan kapabilitas warga demi menyejahterakan mereka.
Kini, di tahun 2018, Pemda setempat meresmikan Bank Sampah dan Taman The Gade (2/8). Perjalanan panjang semenjak 2016 ini pun transit di area lingkungan hidup; di mana kesadaran dan kerjasama masyarakat sangat dibutuhkan.
Peresmian Bank Sampah (1) |
Peresmian Bank Sampah (2) |
Luas pembangunan Bank Sampah dan Taman The Gade adalah sekitar 3,5 hektar; sebuah wilayah pengairan yang dahulunya padat rumah penduduk.
Para penduduk yang mendiami tanah perairan milik Pemda itu menyadari bahwa mereka membangun di tanah milik publik. Maka, mereka merelakan aset yang pernah dibangunnya untuk kemaslahatan bersama.
Bukan hanya itu, warga juga bersama-sama merevitalisasi aliran kali yang dahulu menjadi pembuangan akhir.
Di era keterbukaan informasi ini sangat dibutuhkan peran swasta dan stakeholder sebagai bagian solusi lingkungan sekitar. Itulah yang dilakukan Pemda setempat. Mereka menggandeng BUMN dan warga sekitar untuk bergerak menjaga kebersihan lingkungan.
Peresmian Taman The Gade |
Infrastruktur pendukung juga telah dipersiapkan demi keberhasilan Bank Sampah ini. Sebanyak 15 pos pengumpul sampah tersedia di berbagai wilayah seluruh desa Setia Asih. Sehingga mempermudah akses sampah menuju pengelolaannya.
Di Bank Sampah ini, bahan-bahan buangan rumah tangga akan dikategorisasi berdasarkan organik dan non-organik.
Sampah berbahan organik akan dimasukkan ke dalam komposer berbentuk tong besar untuk diurai. Nantinya, komposer menghasilkan pupuk cair.
Pupuk cair tersebut sangat bermanfaat bagi tanaman di halaman rumah. Hasilnya telah teruji di lapangan.
Proses Pembuatan Pupuk Cair |
Sedangkan sampah plastik akan dikumpulkan bersama untuk dihitung massa beratnya. Sampah ini yang nantinya menjadi nilai tabungan bagi para nasabah (warga desa).
Setelah tabungan nasabah Bank Sampah mencapai 50 ribu rupiah, nilai tersebut akan dikonversi oleh Pegadaian sebagai emas, dan tercatat pada buku emas yang dikeluarkan khusus oleh BUMN tersebut.
Pak Harry selaku administrasi Bank Sampah desa Setia Asih mengakui bahwa emas dapat menjadi stimulan bagi warga agar gemar menabung sampahnya di sini.
“Emas itu kan bisa jadi investasi, mas. Makanya warga suka datang ke sini (bawa sampahnya),” jelas beliau.
2 komentar untuk "Mendulang Emas di Bank Sampah Desa Setia Asih Bekasi"