Navigation Menu

ONLINE TRAVEL AGENCY (OTA) ITU BERNAMA LALALAWAY

Travel dan millennial ibarat dua sisi mata koin. Keduanya sama-sama menciptakan tren dunia industri. Layaknya, tak terpisahkan.

Tren ini berawal dari kehadiran Internet of Things (IoT) yang menciptakan kemudahan manusia di seluruh dunia terkoneksi dalam ruang-ruang platform aplikasi, dan media sosial. Oleh karena itu, pasar pun ikut menggeser fokus pemasarannya ke segmen tersebut. Hasilnya kemudian dapat dilihat bahwa alih-alih sebagai fenomena sesaat, industri pasar mengalami revolusinya yang ke-4.

Laporan per tahun perkembangan digital pada 2017 lalu menghasilkan data kuantitas kenaikan sebesar 39% pengguna aplikasi mobile, atau setara dengan 26 juta pengguna per tahunnya. Statistik tersebut juga melansir total pendapatan yang didapat pemasar sebesar 5,6 milyar dollar amerika serikat melalui aktivitas penjualannya via daring. Gak mengherankan memang, kalau terjadi perubahan besar-besaran dunia bisnis.
Go Travel. Sumber : Pixabay

Lalu bagaimana dengan bisnis travel?

Dari sekian banyaknya transaksi online, bisnis perjalanan wisata bertengger di peringkat ke-3, dengan rerata arus selancar dan pengunduhan aplikasi sebesar 49% pada tahun 2017.

Prospek yang besar, bukan? Apalagi, segmen penggunanya didominasi oleh kaum millennial, yang mana mereka adalah generasi yang mengagungkan experiences; keunikan eksplorasi yang berbeda dalam kesehariannya, serta hasrat akan banyaknya penawaran produk dan jasa yang sesuai dengan sumber daya produksi si pengguna.

Lalalaway dan Ekspektasi Millennial

Dalam wawancara Forbes dengan Dean Sivley, Presiden Berkshire Hathaway Travel Protection (BHTP), menjelaskan tren bisnis travel pada beberapa tahun ke depan adalah tentang transformasi pengalaman saat berlibur (sumber: Forbes).

Para millennial tersebut menginginkan operator tur atau agen perjalanan yang memahami minat mereka, dan dapat memberikan rekomendasi perjalanan serta tujuan yang menciptakan pengalaman otentik dan mengesankan.

MG Holiday Group selaku pemain utama bisnis travel terpercaya se-kawasan Asia Tenggara memantapkan diri terlibat dalam ekspektasi millenial zaman kini, dengan menghadirkan Lalalaway.com.

Online Travel Agent (OTA) ini baru lahir sekitar 6 bulan yang lalu. Konsep bisnisnya mengusung layanan konsumen untuk menikmati berbagai macam penawaran hotel bintang 4-5.

Sebagaimana yang kita tahu, hotel-hotel berkategori luxury ini jarang menyajikan potongan harga ke publik. Namun Lalalaway.com mampu melakukannya dengan penawaran yang berbeda.

Untuk menikmati penawaran dari aplikasi yang dibesarkan oleh Audrey Marc ini, para pelancong harus melakukan registrasi terlebih dahulu. Sangat penting diperhatikan bahwa penawaran spesial ini mereka sebut sebagai Happy Community. Karena, penawaran tersebut terbatas dan cepat. Biasanya hanya berduras 14 hari, atau bahkan lebih cepat dari itu.

Keanggotaan bersifat gratis. Prosesnya pun singkat dan mudah. Cukup menggunakan alamat surel atau akun Facebook, setelah itu pemilik akun mendapatkan penawaran eksklusif  yang dikirim ke dalam inbox surel bersangkutan.

Jika membuka laman Lalalaway.com akan muncul konten-konten paket promo luxury hotel rekanan mereka. Varian diskonnya sangat beragam, up to 70%!

Saya sempat mencoba berselancar di situs booking online itu sebelum menulis artikel ini. Di dalamnya ada yang menarik perhatian saya: Jambuluwuk Oceano Gili Trawangan diskon 69%. Sepengetahuan saya, kamar resort tersebut semalam bisa mencapai 2 juta-an rupiah. Sedangkan di Lalaway, harganya anjlok hingga mencapai 500 ribu-an per malam.
Tampilan Penawaran di situs laman Lalalaway.com

Lebih lanjut lagi, penawaran 4 malam menginap tersebut tidak saja berupa layanan kamar. Tetapi juga termasuk layanan Welcome Drink, daily buffet breakfast untuk 2 orang, serta pengalaman ber-snorkeling di perairan Lombok dan mengelilingi pulau Gili Trawangan ituidengan bersepeda.

Target konsumen layanan travel ini memang fokus kepada millennial yang memuja pengalaman berlibur otentik. Oleh karenanya, Lalalway menawarkan produk dalam bentuk paket, bukan kamar per malam. Selain promo layanan hotel, kontennya menyediakan service tiket maskapai penerbangan. Sebagai info lanjutan, paket Happy Community ini dapat dipesan secara terpisah; mau paket lengkap, atau paket non-penerbangan, dapat dilakukan.
Chart


Reputasi bisnis yang baru berjalan seumur jagung akan senantiasa dijaga Lalaway.  Aktualisasinya berbentuk kerjasama hanya dengan layanan hotel dan maskapai bereputasi baik pula. Sebagai contoh, mereka menjamin tidak akan menggandeng maskapai penerbangan dengan track record delay terpanjang, dan semacamnya yang terkenal sering merugikan penumpang.

Penutup

Lalaway.com hadir di Indonesia sebagai pionir bisnis online travel dengan konsep flash saleDikarenakan penawaran Lalaway.com adalah berbentuk flash sale, dibutuhkan gerak cepat konsumen untuk mendapatkan liburan dengan penawaran amazing dari mereka.

Konsep flash sale ini memang terbilang baru di Indonesia. Akan tetapi, tidak demikian di Eropa dan Australia. Jaminan liburan bersama pengalaman seru nan otentik telah menjadi tren yang mulai mewabah.
Lalalaway.com Sumber : Milestone

Sepanjang perjalanan bisnisnya yang masih "hijau" ini layanan Lalalaway baru mencakup kawasan Indonesia dan beberapa negara di Asia Tenggara. Meski demikian, layanannya terbilang minim komplain, atau bahkan belum ada sama sekali. Artinya, millennial Indonesia yang telah melek teknologi informasi direkomendasikan mencicipi layanan flash sale ini, dan mulai mengembangkan daya kreasinya bernarasi dan mendeskripsikan pengalamannya selama berlibur.

4 komentar:

RESMI DIBUKA : JAKARTA FAIR KEMAYORAN 2018 YANG RAMAH KEBUTUHAN LEBARAN

Saya tidak sendiri. Beberapa orang menanyakan hal yang sama kepada petugas halte, maupun petugas operasional bus Trans Jakarta, mengenai destinasi menuju Jakarta Fair Kemayoran.

"Bus pengumpannya ada di jam tiga, kak," hanya itu yang bisa disampaikan para petugas tersebut.

Mereka menyarankan untuk transit di stasiun Kota lalu naik bus koridor 12, dengan rute Tanjung Priok - Pluit, lalu turun di halte Kemayoran Landas Pacu Timur untuk meneruskan perjalanan dengan transportasi publik atau online. Cara ini lebih efisien bagi kami yang mengejar pembukaan ajang pameran terbesar se-Asia Tenggara itu yang akan dimulai di pukul 3.30 sore; dari pada membuang-buang waktu tidak pasti di halte Monas.

Saran tersebut saya terima. Di halte yang ditunjuk petugas pun kami turun dan melanjutkan perjalanan dengan menyewa layanan transportasi publik lainnya. Beberapa dari kami ada yang melambaikan tangan ke bajaj yang lewat. Tapi, kebanyakan memilih memesan via daring, seperti saya.

Kami tidak saling mengenal, namun kami memiliki tujuan yang sama: menghadiri pembukaan Jakarta Fair Kemayoran tepat waktu. Perihal ini menunjukkan antusias warga Jakarta akan event yang diadakan tiap setahun sekali tersebut.
Banner JFK 2018. Sumber: Jakarta Tourism

Sesampainya saya di Gate 2 JIExpo, tampak manusia mulai memenuhi area venue Pekan Raya Jakarta.

Saya celingak-celinguk mencari sesama rekan nara-blog. Kami sudah janjian untuk berkunjung ke Jakarta Fair Kemayoran meliput sekaligus mencari barang-barang kebutuhan Ramadhan dan Lebaran tahun ini.

"Destinasi Kebutuhan Lebaran dan Liburan Keluarga"

Sebetulnya, yang menarik perhatian saya di salah satu pameran terbesar ke-51 milik Kota Jakarta ini adalah bertepatannya kegiatan mereka di bulan suci Ramadhan. Konsepnya tentu harus mengakomodir kebutuhan warga muslim Jakarta dalam beribadah sekaligus memanjakan mereka dengan penawaran barang-barang belanjaan serta hiburannya.

Prediksi saya tidak meleset. Begitu masuk venue saya sudah melihat bertebarannya lembaran diskon dan cash back. Kru-kru tenant begitu bersemangat menawarkan best price-nya. Mereka menjamin kualitas produk. Mereka juga tak sungkan menerangkan secara detil spesifikasinya.

Di gerbang Hall A, saya dijelaskan adanya musholla di sana. Namun, jika hendak melaksanakan ibadah sholat di zona-zona lain di sekitar kawasan, pengunjung dapat mendatangi musholla yang disediakan panitia pelaksana. Lebih lengkapnya, dapat dilihat melalui map-leaflet yang tersedia. Tapi, di balik leaflet tersebut pun tersedia potongan-potongan voucher dari berbagai merchant dan brand terkenal.

Geez! Ini benar-benar surga belanja, pikir saya.
Banyaknya pengunjung di hari pertama JFK 2018. Sumber : Dokpri

Panitia di dalam kembali menjelaskan bahwa mereka pun memfasilitasi pengunjung yang hendak melaksanakan sholat Tarawih bersama di Hall B-C3. Jadi, para pengunjung tidak perlu takut kehilangan pahala saat berkunjung dan berbelanja di Jakarta Fair Kemayoran.

Bahkan, para pengunjung pun tak perlu khawatir kehabisan persentase baterai gawai mereka. Hal itu karena panitia mempersiapkan boks multi-charge sebanyak 20 unit yang tersebar di seluruh kawasan.

Secara keseluruhan tema Jakarta Fair Kemayoran 2018 berhubungan langsung dengan kehadiran Ramadhan.

"Destinasi Kebutuhan Lebaran", demikian ia disebut.

Untuk mempermudah informasi dan kegiatannya, pihak JIExpo telah membangun sarana digital bagi calon pengunjung. Konten di dalamnya akan membantu mereka dari segi hal tiket, denah pameran, (lagi-lagi) diskon dan penawaran menarik, jadwal panggung hiburan, serta lain sebagainya.

Mengaksesnya cukup mudah; tinggal klik saja bagian ini : JFK 2018.

Bulan suci umat Islam tahun ini bukan saja mengenai perencanaan melipatgandakan kuantitas dan kualitas ibadah, tapi juga merencanakan perayaan di hari kemenangannya. Sebuah perihal yang menjadi fokus JFK 2018.

Dari awal masuk tampak jelas euforia diskon gila-gilaan di Jakarta Fair Kemayoran ini. Mulai dari buy one get one, voucher belanja produk, potongan belanja, dan berbagai promo menarik lainnya. Di Hall A ini saya pun menyaksikan diskon furniture perlengkapan rumah hingga mencapai 80%.

Tapi bicara Ramadhan kayaknya tak lengkap tanpa adanya program berbagi dengan sesama. Event ini pun sangat perhatian kepada anak-anak yatim.

Mereka yang tak memiliki orang tua tentu membutuhkan perhatian lingkungan sosialnya. Senyum bahagia berlebaran, dan indahnya memiliki baju baru di hari fitri harus dirasakan pula oleh mereka.
Untuk itulah, aksi sosial peduli anak yatim akan mengisi di sela-sela kegiatan JFK 2018 dalam bentuk santunan juga hiburan.

Penutup

Semarak kegiatan Jakarta Fair Kemayoran 2018 tidak akan habis di-preteli satu per satu di dalam ruang tulisan ini. Hanya pengalaman yang dapat menjawab segala rasa penasaran. Mendatangi langsung kawasan JIExpo, Kemayoran, adalah keharusan.

Meski diprediksi banyaknya pengunjung seperti tahun ke tahun, kebersihan area pameran tak akan diabaikan. Standar kebersihan setaraf internasional adalah garansi pihak penyelenggara demi mengedepankan kenyamanan pengunjung yang akan berwisata bersama keluarga maupun kerabat dekat.

4 unit mobil dan 40 unit motor menanti pengunjung dalam undian grand prize semarak 51 tahun Jakarta Fair Kemayoran. Area kuliner baru khas Bali serta area khusus Dunia Pesta Bola juga akan memenuhi pameran yang telah resmi dibuka oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan tersebut.
Saya dan rekan-rekan blogger di hari pembukaan JFK 2018. Sumber : Mba Kiki

Cahaya bak bintang-gemintang telah menggema di langit Kemayoran pada pukul 20.00 Wib. Pecahnya kembang api menandakan Jakarta Fair Kemayoran 2018 siap dikunjungi pendatang dari segala penjuru Indonesia.

Sebagai tambahan, berikut informasi jadwal buka pameran yang akan berakhir hingga 1 Juli besok,

Jadwal Reguler
- Senin s/d Kamis : 15.30-22.00
- Jum'at : 15.30-23.00
- Sabtu, Minggu, dan Libur Nasional : 10.00-23.00

Jadwal Khusus Lebaran
- Tanggal 11-13 Juni : 10.00-23.00
- Tanggal 14 Juni : 10.00-18.00
- Tanggal 15 Juni : 14.00-23.00
- Tanggal 16-20 Juni : 10.00-23.00

2 komentar:

TADARUSAN BAPER

Masa kecil saya dengan Al Qur'an tidaklah terlalu dekat. Saya lebih suka main dengan teman-teman, ketimbang mengeja satu persatu tulisan yang bergelombang bagaikan ombak di pantai itu.

Saya punya guru ngaji. Ia tinggal di suatu 'bedeng', tempat di mana becaknya terparkir dan ditutupi dengan kain guna menghindari pengawasan satpol PP. Kalau sudah demikian, acara pengajiannya batal.

Pernah juga, kakak saya yang langsung mengawasi kemampuan membaca huruf Al Qur'an. Keluarga saya religius, memang. Saat dibawakan kitab keluaran kementerian agama, saya justru menolaknya. Sambil merengek, saya meminta kitab yang di bawah tulisan arabnya tertera huruf 'ajam (tulisan latin berbahasa Arab). Saat mengaji, saya membaca huruf 'Ajam tersebut sambil menggerakkan lidi di atas tulisan Arabnya; seolah-olah tampak pandai mengaji. Licik ya..haha.

Hingga masuk SMP kedekatan saya dengan Al Qur'an tidak pernah berubah; kabur-kaburan. Menjelang naik kelas 3 SMP, di bulan Ramadhan yang kesekian kalinya dalam hidup saya, saya mengalami mimpi tentang kiamat.

Saya bangun tidur dengan kalap, nafas berkejaran, jantung berdegup kencang; saya merasa sangat berdosa. Seketika saya melakukan pengakuan dosa kepada kakak dan ibu, lalu memulai hubungan baru dengan kitabnya umat Islam tersebut.

Bulan Ramadhan, Bulannya Al Qur'an
Tante sayalah yang lebih banyak mengajar Al Qur'an kala itu. Dia juga yang mengenalkan saya dengan kelompok tadarusan di kisaran tempat tinggal keluarga kami. Melalui interaksi bersama mereka saya memahami bahwa tadarusan itu ada memiliki tahap:

Pertama, memperbaiki bacaan huruf Arab bersama-sama.

Kedua, menghapal ayat-ayat pendek.

Ketiga, mentadabburi arti dan makna dari ayat-ayat yang dibaca.

Jadi, tidak langsung ke materi tingkat lanjut. Saya musti memperbaiki bacaan dengan cara berkelompok terlebih dahulu.

Metode awal ini cukup ampuh untuk berkenalan dengan Kalam Ilahi sebelum beralih ke tingkat lanjut. Sayangnya, saya jadi suka membacanya sendiri di kamar. Saat itu lebih khusyuk aja; tak ada yg meralat sambil cekikikan. Lebih nyaman, meski ada kekurangannya:

Pada suatu malam, bacaan saya memasuki juz 27. Di juz tersebut terdapat surat Ar Rahman. Di awal-awal surat saya menemukan kalimat, "fabiayyi aalaa i-robbikumaa tukadjdjibaan."

Lalu selang beberapa ayat berikutnya, saya temukan lagi itu kalimat, dan terus begitu. Sampai-sampai saya ketawa sendiri saat membacanya. "Kok ada ya, surat kalimatnya berulang-ulang kayak gitu?" Dalam hati saya merasa heran bercampur lucu.

Keganjalan yang saya rasakan tidak saya bagi bersama teman-teman tadarusan. Lalu saya pun masuk sekolah kejuruan dan berkenalan dengan orang-orang baru. Di kala itu, saya ikut bergabung kegiatan ekstrakurikuler bernama Rohis (Rohani Islam).

Di Rohis juga ada program tadarusan, apalagi kalau memasuki Ramadhan. Wuih, ramai sekali! Hal ini dikarenakan pihak sekolah mendukung penuh muridnya menyibukkan diri di sekolah ketimbang bebas berkeliaran di luar melakukan aksi anarkis dengan murid sekolah lain. Alias, tawuran.

Di suatu momen yang saya lupa kapan tepatnya terjadi, lingkaran pengajian kami membaca surat Ar Rahman, juz 27. Begitu kalimat "fabiayyi aalaa i-robbikumaa tukadjdjibaan" dibaca oleh salah seorang dari mereka, ia menangis tersedu-sedu. Saya pun bingung?

Kondisi seperti menular: beberapa dari kami ada yang ikut menangis.. Saya dan kelompok "tidak menangis" merasa keheranan. Jelas ini kejadian serius hingga ada air mata yang tumpah. "Tapi apa?" Hati saya bertanya-tanya.

Selesai tadarusan, D berkata, "surat Ar Rahman selalu bikin ane nangis."

"Soalnya, artinya memang bikin kita jadi sedih." Pungkas Y.

T pun ikut-ikutan nimbrung, "pokoknya siap-siap aja dah, tisu kalau udah masuk ini surat," ungkapnya dengan sedikit dialek Betawi.

Khawatir tengsin pernah menertawakan isi surat Ar Rahman, mulut saya tertutup rapat; tak mau ikut nimbrung. Tapi, diam-diam, tersimpan juga rasa penasaran yang besar di batok kepala ini.

Malamnya, saya realisasikan niat saya membaca terjemahan Ar Rahman. Saya buka kitab terjemahan keluaran kementerian agama Republik Indonesia, lalu mencari halaman yang memuat judul surah "Sang Maha Penyayang", dan membaca teks berbahasa Indonesianya.

"Fabiayyi aalaa i-robbikumaa tukadjdjibaan."

Artinya, "maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kau dustakan?"

Jleb!!!

Lebih dari 70 kali kalimat itu diulang dalam satu surat. Tiap kali membacanya, saya teringat satu per satu kesalahan dan dosa saya. Di saat yang sama, saya juga mengingat seluruh fasilitas dari Sang Pencipta yang saya nikmati selama hidup.

Saya menyadari diri ini penuh dosa. Tapi Tuhan masih saja terus memberikan limpahan nikmatnya hidup di dunia. Tidakkah Ia benar-benar penyayang? Mana rasa syukur saya kepada-Nya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghardik akal sehat saya.

Berani-beraninya saya menertawakan ayat-ayat-Nya. Berani-beraninya saya durhaka kepada orang tua. Berani-beraninya saya meninggalkan sholat tanpa sebab. Berani-beraninya saya bermaksiat kepada-Nya. Berani-beraninya...

Tapi Tuhan masih terus memberikan kenikmatan kepada saya. Saya akui itu. "Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kau dustakan?!" Petikan ayat itu terus menggema di pikiran ini.

Tiba-tiba saja, tenggorokan saya tercekat; sesenggukan menangisi kebodohan saya selama ini.
Di kamar itu tak ada orang selain saya. Di kamar itu hanya dipenuhi derai air mata. Di kamar itu saya termenung begitu lama.

#29haringeblog
#ceritaramadan

2 komentar:

3 HARI MENJELANG PUASA: MENIKMATI DEMO MASAK BERSAMA TUPPERWARE

Kehadiran saya di showroom Tupperware telat sekitar 30 menit. Kondisi saya dalam keadaan bingung karena sudah banyak rekan-rekan media dan blogger mengisi kursi yang disediakan. Ini juga pertama kalinya saya datang berkunjung ke showroom tersebut yang terletak di Lower Ground South Quarter building, Jakarta Selatan.

Saya mengambil kursi baris kedua paling pinggir di sisi kiri. Di atas saya menggantung kelereng-kelereng berwarna ungu. Bulatan kecil yang terbuat dari kaca itu terikat oleh benang tipis berwarna putih. Tampak berkilau dan imut.

Kegiatan utama Tupperware kala itu (14/5) berupa demo masak panganan ringan. Para chef telah siap dengan bahan baku dan perkakas plastiknya. Namun saya masih juga belum dapat fokus dengan kegiatan siang itu. Maka, saya pun kembali memperhatikan kelereng-kelerengg ungu yang menggantung di angkasa.

Ramadhan!!

Yup! Tiba-tiba saja, bulan Ramadhan, yang dalam tiga hari itu akan segera datang, mampir di pikiran ini. Saya baru menyadari bahwa di bawah gantungan kelereng ungu itu terdapat prakarya berwarna perak berkilauan. Saya sempat tak memperhatikan karya buatan tangan tersebut. Bentuknya bulan sabit yang menandakan bulan suci akan segera tiba.

Setelah saya memperhatikan sekeliling ruang showroom, Tupperware telah mendekornya dengan minimalis dan terlihat cantik. Manajemennya dengan cepat menyulap suasana ruangan dalam menyambut Ramadhan. Berbeda sekali dengan eksterior hampir sebagian besar gedung South Quarter yang biasa-biasa saja.

Setelah memahami seluruh kondisi di sekeliling saya, pikiran inipun bisa diajak fokus menyaksikan chef di atas dapur. Para chef itu dengan semangatnya menjelaskan satu per satu proses pembuatan kue bolu kukus.

Langkah awal yang diambil oleh salah satu chef adalah mencacah gula merah menggunakan Turbo Copper buatan Tupperware. Perkakas tersebut memang difungsikan sebagai pencacah bumbu dapur. Bentuknya seperti mangkuk plastik dengan penutup sekeras kerang. Inovasi berbahan plastik kualitas prima itu digunakan tanpa bantuan listrik, namun efektif digunakan tangan karena strukturnya yang efisien mencacah gula merah tersebut.
Sumber : Tupperware

Proses selanjutnya adalah air dimasak bersama gula merah hingga mendidih dan gula pun larut. Di saat yang hampir bersamaan, chef yang satunya lagi mempraktikkan pengocokan telur dan adonan kue menggunakan Speedy Chef.

Speedy Chef adalah mixer tangan tanpa menggunakan tenaga listrik. Perkakas ini sangat ramah lingkungan dan energi. Hal ini dikarenakan Speedy Chef dapat mengaduk adonan kue dengan cepat. Kecepatannya bekerja setara 27 kali putaran mixer listrik jika dibandingkan satu kali ayunannya. Bentuknya compact dan tidak berisik saat digunakan. Benar-benar praktis.
Sumber: Tupperware

Setelah semua bahan baku telur, tepung terigu, soda kue, minyak goreng dan air gula berkumpul menjadi satu adonan, para chef memasukkan meises, lalu diaduk hingga rata.

Adonan pun tampak paripurna untuk dikukus. Namun sebelumnya, adonan tersebut di masukkan ke dalam silicon cup hingga memenuhi 3/4 tinggi cetakan.

Setelah semua cetakan selesai terisi dengan adonan, silicon cup itu dimasukkan ke dalam wajan untuk dikukus di atas perapian. Hebatnya adalah, silicon cup tersebut tidak ada satupun yang lumer akibat tingginya suhu wajan.

Menunggu adonan bolu dikukus di atas wajan memang agak lama. Untuk itu panitia menyediakan bolu kukus yang telah selesai dibuat dengan tahapan yang sama sebelumnya. Begitu dibagikan, lidah ini serasa menikmati bantalan empuk yang manis dan enak. Acara pertama demo masak telah sukses terlaksana.
Sumber : Tupperware

Di kegiatan berikutnya, demo masak kue bola cokelat dikerjakan. Tidak lupa, para chef dibantu dengan panitia membagi-bagikan kepada beberapa dari kami yang beruntung mendapatkan produk Tupperware. Sangat meriah.

Acara pun berakhir setelahnya, setelah sales Tupperware mengumumkan kepada juru tulis media dan blogger mengenai keanggotaan brand Tupperware. Pria itu menjamin akan kemudahan bagi para member apabila ikut serta di dalam keanggotaannya. Di antaranya adalah mendapatkan paket produk seharga Rp 600.000,-.

Kegiatan demo masak saat itu cukup menarik. Saya belum pernah merasakan kehebohan di acara sejenis. Ini pengalaman pertama saya yang dibantu oleh AMI (Asosiasi Media Online Indonesia).

AMI sendiri hadir karena kekhawatiran maraknya hoaks di internet. Berita hoaks ini begitu menggerogoti persatuan dan kesatuan bangsa dewasa ini.

Para pendiri Asosiasi Media Online Indonesia juga melihat kurangnya regulasi mengenai media online yang dapat membantu mendisiplinkan masyarakat. Oleh karena itulah mereka bersama-sama mendeklarasikan AMI pada 22 Februari 2018 di Takes Mansion & Hotel, Kebon Sirih Jakarta Pusat.

Tujuannya didirikan AMI adalah sebagai wadah menampung aspirasi para juru tulis media online dan blogger, penjembatan kepentingan mereka dengan pemerintah, dan pusat edukasi masyarakat berkarya bersama platform media online.

0 komentar:

SALAHKAH TAKJIL KAMI?

Segala jenis makanan diletakkan di atas meja; dikelompokkan jenisnya agar semua orang dapat dengan mudah menemukan apa yang paling dicari dan diminati untuk disantap.

Ramadhan memang selalu begitu. Kehadirannya meningkatkan perekonomian warga. Mereka paham bahwa buka puasa adalah ladang mencari uang.

Makanan-makanan itu sejatinya dipertontonkan di pinggir jalan agar menimbulkan selera, lalu menggerakkan kaki serta tangan untuk membeli. Kalau dalam teori marketing, penjual menggunakan teknik hard sale.

Tapi Ramadhan bukan sekedar membawa berkah ekonomi. Berkah pahala pun bejibun jumlahnya. Mulai dari senyum kepada sesama, hingga yang paling afdhol, yaitu menyegerakan berbuka.

Menyegerakan berbuka puasa itu disebut 'ajila dalam bahasa Arab. Jika dikembangkan kembali kosa katanya, akan menjadi Ta'jil. Kata itulah yang diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi bentuk kata benda: Takjil, yang berarti sarana berbuka puasa.

Takjil yang dijual di pinggiran jalan biasanya makanan dan minuman ringan, seperti: gorengan, kolak pisang, jus buah, dan lain sebagainya. Ragamnya banyak macam. Namun sekali lagi, konteks takjil tidak selalu tentang ekonomi. Takjil dapat dipahami sebagai gerakan sosial.

Kita dapat melihat banyak menu bukaan diberikan secara cuma-cuma di masjid dan musholla yang ada. Beramai-ramai pengurus rumah ibadah itu menggerakkan warga sekitar untuk bergantian menyediakan menu berbuka. Biasanya komplit, nasi kotak + kurma + buah + air mineral. Kalaupun sederhana, ya menu pinggir jalan lah hidangannya.

Sekarang, bagi-bagi takjil gratis begitu semarak.

Dahulu saya ikut mengurus pembagian takjil gratis di bus-bus sekitar terminal. Tujuannya sesuai pengertian asal dari takjil itu sendiri dalam bahasa Arab; untuk membantu para pekerja, musafir, dan yang hendak bepergian di  dalam bus mendapatkan bekal berbuka.

Sederhananya kita yang mengejar orang-orang untuk diberikan. Kami yakin dari sekian penumpang di bus, tentu ada yang lupa mempersiapkan bekal kala azan Maghrib berkumandang.

Program tersebut diinisiasi oleh organisasi remaja lingkup kelurahan bernama Gen-M (Generasi Muslim). Pelaksananya tentu kisaran umur 15-27 tahun. Melihat kami yang dahulu imut itu pasti menciptakan asumsi macam-macam.

Konsekuensinya tentu mendapatkan respon beragam. Ada yang cuek - tak acuh, ada yang menolak keras, ada yang sopan memberikan tanda tak mengapa, ada juga yang mengambil dengan raut gengsi, bahkan ada yang mentertawakan kami.
Mereka yang mentertawakan, mungkin, menganggap kegiatan kami ini seperti sia-sia. Entahlah?

Dalam aksi berbagi takjil tersebut kami sisipkan tausiyah singkat tentang kebaikan Ramadhan. Kemudian, kami tawarkan satu per satu kepada para penumpang. Terakhir kami ajak mereka untuk berdoa bersama, "Allahumma lakasumtu, wa biika aamantu, bi rohmatika yaa arrohamarrohiimiien. Aamiien!"

Salahkah takjil kami?

#29haringeblog
#ceritaramadanku

0 komentar:

PENGALAMAN BUKBER TERJAUH SAYA

Enaknya punya kenalan di luar daerah itu saat diajak makan-makan di rumahnya. Seperti saat saya di Makassar pada tahun 2015 kemarin.

Pada bulan Juni di tahun tersebut saya mendapat undangan menjadi relawan di sebuah event, Makassar International Writer Festival. Di perhelatan internasional itu saya ditempatkan sebagai Liasion Officer (L.O) bersama beberapa kenalan asli sana.
Ramadhan Bulan Berbagi

Rekan-rekan L.O di Makassar International Writer Festival (MIWF) adalah sekumpulan aktivis mahasiswa. Kalaupun sudah lulus, roman-roman aktivis itu tidak hilang bersama waktu.

Baik lelaki maupun perempuannya, punya alasan masing-masing mengikuti event ini. Namun, satu yang pasti mereka semua memiliki impian menjejakkan kaki di luar negeri dan mempelajari kemajuan ilmu serta teknologi di sana. Benar-benar intelek.

Saya suka dengan orang-orang demikian. Penuh semangat, dan memiliki karakter yang baik. Berbeda dengan pemberitaan di media konvensional maupun media sosial saat itu yang menggambarkan warga Makassar yang suka sekali mencelakai pengendara motor di malam hari. Rekan-rekan saya di MIWF kebalikan dari itu cap negatif itu. Bersama mereka seakan memiliki harapan hidup lebih lama.

Sayangnya, waktu kebersamaan itu hanya 5 hari saja. Setelah acara selesai, kami pun berpisah ke tempat masing-masing. Sedih? Tentu. Senangnya adalah kita masih terhubung dalam satu grup LINE dan dapat berkontak kabar satu sama lain.

Saya juga sering mengunjungi Universitas Hasanuddin, Makassar. Lokasinya tidak jauh dari perumahan tempat tante saya tinggal. Jadi terkadang, kami janjian di sana untuk bertemu karena beberapa dari mereka kuliah di sana.

Oh iya, saya lupa memberitahu kalau grup L.O MIWF 2015 telah bermigrasi dari LINE ke aplikasi Whatsapp (ini bukan iklan, ya. Haha).

Kebersamaan kami tidak benar-benar selesai, hingga di suatu ketika, Ramadhan pun tiba.

Ramadhan di Makassar hampir sama dengan di Jakarta. Bedanya, di sini lebih panas aja cuacanya. Kalau mau keluar rumah mesti persiapkan topi dan pakaian agak tertutup agar tidak cepat dehidrasi.

Warga di sekitar rumah tante saya juga ramah-ramah. Pernah di suatu siang saya hendak ke depan jalan menaiki pete-pete (angkot) dengan berjalan kaki. Di tengah jalan itu tetangga sepupu saya ada saja yang menawarkan boncengan ke saya. Bahkan, ada yang mengantarkan hingga sampai di Masjid Al Markaz, karena saya ikut program kursus bahasa Perancis gratis di sana. 

Kedua pengalaman bersama anak-anak muda Makassar seperti itulah yang menciptakan keraguan saya atas propaganda media bahwa mayoritas pemuda di sana kriminal. "Mungkin kah itu salah?"

"Besok ada acara?" rekan L.O MIWF berinisial A menyapa saya via WA.

"Nggak ada. Kenapa A?"

"Ada undangan bukber di rumahnya Dy. Mau ikut?" tanyanya lagi.

Membaca itu saya senangnya luar biasa. "Di mana?"

"Di rumah keluarganya di (kabupaten) Gowa."

Wah. Setau saya Gowa itu ibarat kata kota satelitnya Jakarta, seperti Bodetabek. Jauh.

"Kalau dari Makassar mesti naik pete-pete apa ke sana?" Saya balik bertanya.

"Nanti saya jemput ke rumah."

Tanpa basa-basi saya pun langsung mengiyakan tawarannya.

Di hari buka puasa bersama itu diadakan, kami tidak langsung menuju rumah Dy. Tetapi berhenti di kawasan taman balaikota di sana. Ternyata si A ini tidak juga tau rumah keluarga Dy. Ia hanya mendapatkan sebuah alamat dari H. Dikarenakan tidak begitu paham jalur persisnya ke sana, si A janjian kembali dengan H di taman ini.

Betul saja. Kami beberapa kali salah masuk gang menuju rumah Dy. Mau kirim pesan WA, tidak ada jawaban. Mau telepon langsung, gawai lowbatt. Akhirnya, kami bertanya ke warga sekitar, hingga sampai di tempat tujuan.

Rumah keluarga Dy begitu luas. Dipekarangannya telah hadir sekelompok anak-anak yatim. Ayahnya yang mengundang mereka berbuka bersama di rumahnya.

Ayah sang gadis merupakan petinggi di salah satu instansi kepemerintahan provinsi Sulawesi Selatan. Rumahnya besar dengan pencampuran dekorasi modern dan khas daerah. Di sisi kiri rumah terdapat saung yang menjadikannya tampak makin akrab jika diisi dengan orang-orang.

Di dalam rumah telah dibersihkan dari perabot-perabot hingga tampak lega. Berjejer sajadah-sajadah di salah satu sudut ruangan yang menunjukkan spot tersebut sempat dipakai jamaah untuk sholat Ashar. Saya pun izin menggunakannya untuk keperluan yang sama.

Selesai sholat saya kembali ke bangku tamu bersama-sama A dan H. Dy yang melihat kami pun ikut bergabung dan bercengkrama dengan kami, "Yang lain pada kemana?"

"Banyak yang tidak bisa karena ada acara lain di luar," jelas A.

"Nanti ada bukber juga di Rumata'. Di sana akan dibagi sertifikat MIWF." Tambah H.

"Ketemu lagi dengan bagian konsumsi, nah." Sindir Dy.

Kami pun tertawa lebar. Saat mulai kegiatan volunteer di Fort Rotterdam, Makassar, sebagian dari kami sempat mendapatkan perlakuan tak menyenangkan oleh mereka. Alih-alih memperpanjang masalah kala itu, kami hanya menjadikannya pelajaran dan kenangan di kemudian hari. Seperti hari ini.

Acara utama pun dimulai. Kultum agama menjadi agenda pertama buka puasa bersama keluarga besar Dy. Setelah itu dilanjutkan dengan pembagian bingkisan kepada anak-anak yatim.

Menyaksikan hal tersebut saya teringat pesan Nabi untuk senantiasa mencintai anak yatim dan piatu. Bahkan, saking utamanya perilaku tersebut, Nabi Muhammad menjamin surga bagi orang-orang yang menyantuni anak yatim kelak, dan kedudukannya akan tidak jauh dari beliau seperti jarak antara jari telunjuk dan jari tengah.

Indahnya peristiwa di hari itu. Masih di awal Ramadhan namun semangat menyantuni anak-anak itu begitu besar. Saya jadi ikut bahagia.

Menjelang beberapa menit akan berbuka, zikir dikumandangkan. Kami pun diminta untuk ikut melafazkan kalimat-kalimat yang membesarkan Asma Tuhan.

Begitu azan Maghrib berkumandang, keran-keran air terbuka; gelas-gelas terisi penuh, dan segala bentuk dahaga dan rasa lelah sirna seketika.

Berbagai sajian dihidangkan. Ada buah, kue dan gorengan khas Makassar, pudding, prasmanan yang disajikan lengkap dari nasi, bihun, lauk, dan sebagainya ada semua. Membuat kami bingung hendak mendahulukan menu yang mana?

Lengkap semua, dan kami pun mampu mencoba semua hidangan. Itulah kehebatan perut dalam menampung seluruh isi makanan. Apalagi kalau lagi lapar berat (haha).

Selesai menikmati hidangan kami masuk ke dalam ruangan untuk menunaikan sembahyang. Di sela-sela pelaksanaan sholat Maghrib, saya pun mendoakan yang terbaik untuk tuan rumah: hidayah, taufik, dan rizki yang terus berlimpah setiap hari. Kemudian berharap agar Tuhan memberikan kesempatan yang sama untuk saya dapat menyantuni anak-anak yatim.

Aamiien..

#29haringeblog

#ceritaramadanku


1 komentar:

MENAKAR KUALITAS TARAWIH: ZAMAN OLD VS ZAMAN NOW

Saat Ramadhan tiba pasti kita tanpa sadar sering membanding-bandingkan puasa tahun ini dengan yang kemarin. Bener gak? Bahkan, lebih jauh lagi malah membandingkannya dengan puasa saat kita masih kecil.

Menurut saya sih, hal tersebut wajar saja. Namanya manusia diberikan akal untuk berpikir dan bernostalgia. Terkadang, dari situ kita menemukan hikmah dan pelajaran.

Jujur ya, jika diukur dengan tingkat keceriaan, puasa masa kecil itu hampir sama saja dengan sekarang. Itu menurut saya pribadi.

Dilihat dari mananya?

Dari sholat tarawih berjamaahnya.

Kok bisa?

Karena, dilakukan berjamaah.

Detail, pls?

Ok, jadi begini ceritanya. Hal ini bermula saat masa kecil saya bertarawih di masjid lingkungan tempat saya tinggal.

Saat masih kecil, tentu kenalan kita tidak sebanyak sekarang. Keterbatasan yang ada pada anak-anak sebelum dewasa yang mengakibatkan hal tersebut terjadi. Hal ini berdampak pada jarak tempuh saya, yang baru bocah itu, untuk menikmati ragam sholat tarawih di masjid yang ada.

Kalau tidak sholat di masjid Nurul Fadhilah yang 23 rakaat pasti ke mushola Al Ikhsan. Kalau bosan di Al Ikhsan, ya pindah ke mushola gang sebelah bernama Al Mursalin, dengan 11 rakaatnya.

Ada kisah menarik ketika sholat tarawih di Al Ikhsan. Jaraknya hanya 50 nomor dari rumah saya. Tapi, untuk sampai ke sana harus melewati rintangan dari anjing-anjing piaraan pemilik rumah.

Komunitas warga kisaran rumah bernomor 1 hingga 20-an memang suka memelihara anjing. Sedangkan musholla yang dituju tepat berada di mulut gang.

Saat itu ada yang menyarankan kami untuk tarawih di langgar milik dinas sosial itu. Entah bagaimana, mereka tertantang menuju ke sana. Jadilah saya yang suka menguntit anak-anak yang lebih besar mengikutinya.

Berangkat perginya memang agak lancar sih, karena pemiliknya berada di samping binatang-binatang piaraannya itu. Jadi, ada yang mengontrol mereka agar tidak bertindak ofensif.

Sayangnya, tidak saat hendak pulang dari tarawih. Anjing-anjing itu berada di luar tanpa bimbingan sang pemilik.

Mulai dari pintu gerbang musholla kami dapat melihat tatapan tak bersahabat binatang-binatang itu. Ketika mendekatinya, mereka pun mulai menyalak tak karuan.

Salah satu dari kami ada yang berinisiatif berucap, “la Ilaha ilallah!” berulang kali. Seperti terpanggil, yang lain ikutan berucap yang sama hingga menjadi gema. Saya juga ikutan berucap sama.

Sahutan anjing menggonggong berbentrok dengan gemuruh suara kami. Semakin mendekat, kedua suara semakin keras. Ketika antara kami dengan binatang-binatang itu sejarak 10 meter, anjing-anjing itu terdiam tiba-tiba, dan memberikan kami jalan melewati mereka.

Benar-benar ajaib. Pengalaman itu sangat membekas di ingatan saya.

Terus, saat memasuki masa remaja, bagaimana?

Nah! Saat-saat masa remaja adalah masa untuk memperluas relasi dan kenalan.

Medio sekolah tingkat atas hingga dua tahun selepas lulus adalah tahun di mana saya berkeliling Jakarta merasakan suasana tarawih di masjid-masjid besar, seperti: Istiqlal, Al Hikmah di Mampang, Al Ihsan di komplek Bank Indonesia, ada juga masjid di atas gedung Bimantara (sekarang MNC), masjid Astra di Sunter, dll.

Biasanya, kami berangkat dari satu masjid ke masjid lain atas rekomendasi salah satu jamaah tarawih di masjid yang kita kunjungi. Seperti sebuah petualangan.

Semasa sekolah saya memang ikut organisasi Rohis (Rohani Islam). Di sana saya belajar bagaimana bersosialisasi dan mengaplikasikan cara hidup ber-Pancasila, di samping menghidupkan kembali syiar-syiar agama.

Dahulu, permasalahan anak-anak sekolah adalah tawuran. Tidak ada namanya bom bunuh diri atau sebangsanya. Yang ada adalah beberapa dari mereka tewas sia-sia akibat fanatisme almamater sekolah.

Kami yang tergabung dalam organisasi Rohis bekerja mewujudkan impian ketua OSIS kami : mengubah reputasi jelek Boedoet menjadi Islami dan solutif menanggulangi tren buruk tersebut.

Salah satu programnya, bersilahturahim ke sekolah-sekolah lingkungan sekitar berusaha membangun kerjasama.

Meskipun progresnya tidak sebaik yang diharapkan, program tersebut terus berjalan dan menjadi kebiasaan kami kelak ketika lulus sekolah.

Saya pribadi jadi keranjingan berkeliling mengejar kegiatan keagamaan bersama teman-teman dari komunitas Gen-M (Generasi Muslim) dengan lingkup remaja kelurahan.

Ketika masuk Ramadhan, kami pasti mengunjungi masjid-masjid untuk menikmati layanan ibadah mereka.

Sering kali saat berangkat, motor rekan kami mogok sehingga kami mesti berhenti di pinggir jalan membantunya hingga bisa berjalan kembali.

Susah? Ya, memang susah. Namun entah kenapa hal tersebut menambah gairah kami mengunjungi masjid-masjid baru rekomendasi kenalan kami untuk dikunjungi.

Sebuah pengalaman yang berharga dan tak tergantikan meski dengan sebongkah berlian.

Kalau sekarang?

Jelas beda. Kalau sekarang, masjid-masjid itu jadi lebih semarak bersama programnya yang beragam.

Kalau dulu kita yang cari-cari info masjid yang layak dikunjungi. Kini ponsel seharga kacang, internet of things menjadi tren hidup.

Alhasil, manajemen masjid makin gencar menginformasikan kegiatan mereka, dan mempublikasikan diri demi menghadirkan para jamaah.

Pergeseran cara pikir saya kira. Ada pola manajemen pemasaran yang dipakai para pengurus masjid.

Terakhir saya saksikan sendiri di tarawih hari pertama tahun ini.

Kemarin, teman saya traktir menonton film di bioskop Blok M Square, Jakarta Selatan. Ia membiayai 3 orang termasuk saya.

Saat hendak menentukan jam nonton, salah satu teman berinisial S menyarankan untuk memperhatikan jadwal tarawih. Lalu demi mempertimbangkan waktu tersebut, kami memilih nonton di pukul 20.45 Wib.

Pikir saya, dengan memilih di masjid yang terdapat di lantai 5 Pasaraya Grande akan lebih mudah dan lega karena keyakinan akan didatangi oleh segelintir jamaah. Perkiraan saya pun salah.

Jamaah tarawih begitu banyak dan beragam. Ada yang berpakaian kemeja kantoran, jubah ala timur tengah hingga sekedar kaos oblong.

Di akhir kegiatan tarawih, eskalator dan lift dipenuhi orang yang berebut untuk turun ke lantai dasar. Hal itu menunjukkan bahwa tren Ramadhan telah bergeser. Terdapat satu fenomena menarik bahwa para jamaah ini rela datang ke gedung pusat perbelanjaan dan rela berdesakan di lantai 5, ketimbang mencari masjid di pinggir jalan yang saya yakin akses masuk serta keluarnya lebih mudah.

Wallahu’alam.

#29HariNgeblog
#CeritaRamadanku

5 komentar:

KEMATANGAN PUBLIKASI ZISWAF DI 25 TAHUN DOMPET DHUAFA

Zakat itu baik. Wakaf pun baik. Begitu juga infaq dan shodaqoh, baik. Yang tidak baik hanyalah perilaku malas mempublikasikannya.

Era komunikasi di dunia ini belumlah benar-benar selesai meski dunia industri mengalami revolusinya yang ke-4. Justru, maraknya digitalisasi di banyak sektor menjadikan komunikasi sedemikian sebat. Keberlimpahan informasi pun berlipat-lipat.

Kondisi tersebut membawa berkah bagi sebagian orang. Namun, kemajuan teknologi membawa perihal negatif di tengah-tengah masyarakat: hoaks dan kebencian. Akibat perilaku tersebut, banyak masyarakat yang terpengaruh dan hal mengenai "do and don't" pun makin melebar. Salah satunya tentang ibadah dalam agama (perihal ini pernah saya angkat di artikel sebelumnya).

Meski ibadah dalam agama menjadi sedemikian privat bukan berarti kaum muslimin mesti kehilangan gairah menyebarluaskan kebaikan. Bahwa, zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf (disingkat: Ziswaf) adalah bagian dari kebaikan; inti dari keberkahan ekonomi masyarakat. Hingga hoaks dan kebencian dapat diredam sedemikian rupa karena Ziswaf ini terus-menerus digaungkan, dipublikasikan ke tengah-tengah masyarakat Indonesia yang makin terpolarisasi.

Contoh publikasi Ziswaf yang cukup matang adalah "Ramadhan Spesial di 25 Tahun Membentang Kebaikan" milik lembaga filantropi Dompet Dhuafa.
Dokpri

25 Tahun Membentang Kebaikan

"Menginjak usia yang ke-25 tahun, pada Ramadhan kali ini, Dompet Dhuafa ingin memberikan informasi yang lebih luas pada masyarakat di segala dinamika, situasi dan pekerjaan lembaga yang telah bergulir untuk masyarakat." Demikian sambutan Bambang Suherman selaku Direktur Mobilizasi ZIS.

Faktanya memang Dompet Dhuafa ini telah 25 tahun lamanya menggerakkan dan mengelola dana Ziswaf masyarakat Indonesia ini ke tingkat yang lebih profesional.

Jika dikalkulasikan dengan tanggal kelahirannya, Ramadhan tahun ini dimanfaatkan Dompet Dhuafa tidak saja untuk memperkenalkan dirinya mereka, tetapi juga menggerakkan masyarakat Islam seluruh dunia untuk menggulirkan kebaikan melalui zakat, infaq, sedekah, dan wakaf.
Dokpri

"Adanya perubahan seiring intervensi bersama masyarakat yang berkolaborasi dengan Dompet Dhuafa, banyak perluasan aktivitas dan isu-isu baru tentang kemiskinan maupun kemanusiaan. Hal tersebut juga kami jadikan sebagai bukti semakin matangnya aspek manajemen kelembagaan," tambah Bambang Suherman.

Untuk itulah hadir tagar  #25tahunmembentangkebaikan sebagai suatu gerakan sosial. Diharapkan, melalui gerakan tersebut munculnya donatur-donatur baru dan peran serta mereka yang makin aktif dalam membangun kesejahteraan masyarakat miskin dan dhuafa di seluruh Indonesia maupun belahan dunia.

Tantangan Mengelola Dana Ziswaf

25 tahun bukanlah angka yang dilalui dengan leha-leha. Penuh perjuangan, itulah fakta sebenarnya yang terucap oleh narasumber "Ramadhan Spesial" ala Dompet Dhuafa kemarin (8/5).

Pada dasarnya, para relawan Dompet Dhuafa adalah tipikal manusia yang penuh tantangan dan suka jalan-jalan, tentunya. Namun, tanggung jawab mereka sangat besar. Dana titipan umat berada dipundaknya untuk disalurkan kepada yang berhak menerima.
Dokpri

Zakat sendiri adalah amanah dari Tuhan yang harus diperuntukkan langsung ke para mustahik. Sedangkan dana wakaf harus dikelola sedemikian rupa tanpa boleh mengalami kerugian. Oleh karena itu, Urip Budiarto, GM Resource Mobilitation Dompet Dhuafa mengakui bahwa bertemu para mustahik dan berkeliling Indonesia bukanlah hal yang berat. Mendistribusikan dana Ziswaf hingga menjadi program yang berhasil dikelola adalah tantangan sesungguhnya.

Pak Urip yang juga menjabat Ketua Ramadhan Dompet Dhuafa 1439 H pernah harus menempuh perjalanan kaki mengitari gunung menuju Mallawa, sebuah daerah penghasil kopi Kahayya. Untuk mencapai desa tersebut, Pak Urip mesti melewati Bulukumba, Sulawesi Selatan, yang terkenal dengan pantainya, lalu terus naik ke arah gunung yang cuacanya sering diselimuti kabut.

Di desa itu, para penduduknya bercocok tanam tanaman kopi. Komoditas yang dihasilkannya bahkan diekspor hingga ke Jerman. Permasalahannya, nilai kopi Kahayya yang besar tersebut tidak berdampak langsung kepada kehidupan ekonomi warga Mallawa pada saat itu. Sistem pasar yang ada justru membuat mereka tetap hidup dalam keterbelakangan.

Kehadiran tim Dompet Dhuafa ke Mallawa dalam rangka memberikan pelatihan, bimbingan, dan dana bantuan ke petani sekitar. Tujuannya agar mereka dapat mengurus pasar komoditinya yang terkenal tersebut secara mandiri.

Penutup

Meski telah diisi berbagai macam properti, Graha Bima Sakti, Pancoran, tampak memiliki ruang yang cukup luas. Di sanalah publikasi kinerja selama 25 tahun Dompet Dhuafa itu mengabdi diadakan.

Di dekat pintu terdapat meja registrasi untuk para kru media dan blogger. Agak sedikit masuk ke ruangan, jajaran bangku tersusun rapi menghadap sebuah level yang telah dipasangi latar kain yang semarak.

Sisi kanan ruangan telah terisi dengan berbagai produk-produk unggulan lokal hasil bimbingan, dan bantuan dana umat melalui lembaga amil zakat Dompet Dhuafa. Terdapat berbagai komoditas produk di sana. Ada kopi, buah, beras merah, kurma, dan lain sebagainya.

Menyebrang ke kiri ruangan, berbagai sajian hidangan untuk santap siang telah tersedia. Di dekatnya, meja dan booth yang telah diisi dengan pernak-pernik bawaberkah.org menggoda rasa penasaran pengunjung.
Dokpri

Bawaberkah.org adalah sebuah layanan berkonsep crowdfunding yang baru saja di-launching tepat di kegiatan 25 Tahun Membentang Kebaikan tersebut. Kehadirannya akan makin memperkuat Dompet Dhuafa sebagai lembaga yang fokus pada penggalangan dana umat.

Untuk lebih lengkapnya mengenai profil Dompet Dhuafa dapat langsung berkunjung ke http://www.dompetdhuafa.org.

1 komentar:

DARI ISENG MENJADI KOMPETISI BERGENGSI, SHELL ECO-MARATHON MEMAKNAI KEMBALI EFISIENSI ENERGI

Dari taruhan iseng berujung tradisi. Kegiatan semacam itu sangat bermanfaat bagi kehidupan, pastiya. Karena keisengan tersebut telah menyatu dengan kelompok masyarakat tertentu.

Memang, taruhan seperti apa sih?

Sekelompok ilmuwan Shell di Wood River melakukan riset di laboratorium mereka di Kota Illinois, Amerika Serikat. Pada tahun 1939, para pemikir ulung tersebut melakukan taruhan satu sama lain: kendaraan siapa yang paling jauh perjalanannya hanya dengan berbekal satu galon bahan bakar?


Kala itu, pencapaian terjauh mereka adalah 2.112 kilometer per liter bahan bakar. Kegiatan ini kemudian membawa rasa penasaran para ilmuwan Shell dari tahun ke tahun. Maka dari ide tersebut lah, terselenggara kompetisi internasional Eco-Marathon yang diadakan di Mallory Park, Inggris, pada tahun 1977.

Nama kompetisi yang dimaksud Shell Eco-Marathon.

Kompetisi yang sepenuhnya disponsori Shell ini mengusung tema sumber daya keberlanjutan. Artinya adalah sumber daya yang diambil dari perut bumi menjadi modal kerekatan sumber daya alam dengan lingkungan, kultur sosial, serta infrastruktur buatan manusia kepada generasi selanjutnya. 

Salah satu indikator dari upaya keberlanjutan itu ada pada tingkat efisiensi energi yang digunakan pada mesin, khususnya pada kendaraan.
Make the Future. Dok: Shell.co.id


Tajuk Make the Future pada kompetisi ini cukup menarik karena menantang para insinyur muda seluruh belahan dunia mendisain, menciptakan, dan mengendarai kendaraan berenergi efisien buatannya sendiri. Para peserta bisa dari latar belakang apa saja; termasuk antusiastik amatiran, tim dari universitas, dan staf pabrik kendaraan yang ada.

Konsep lomba Shell Eco-Marathon mirip balapan MotoGP. Perbedaannya, pencapaian terbaik Eco-Marathon pada kemungkinan terbesar efisiensi penggunaan bahan bakar; meski atmosfer pertandingan tak kalah serunya dengan balapan motor 900 cc.

Di balapan Eco-Marathon ini peserta musti mengedepankan inovasi teknologi ramah energi - hemat bahan bakar. Untuk menunjang performa tentulah desain kendaraan menjadi sama penting dalam menciptakan mesinnya. 
Festival Shell Eco-Marathon Singapore (8-11 Maret 2018). Dok: Shell.co.id


Shell Eco-Marathon bukan tentang siapa paling cepat; mengalahkan lawan dengan menghambur-hamburkan energi dan sumber daya alam. Akan tetapi, kembali kepada khittah teknologi itu diciptakan, yaitu menjadi sarana efektif mendistribusikan kekayaan alam yang terbatas untuk dinikmati manusia yang tak pernah merasa puas. 

Beberapa kategori telah dipersiapkan penyelenggara Shell Eco-Marathon. Kategori-kategori ini disesuaikan dengan tren berkendara masa kini, di antaranya :

1. Mileage Challenge, yaitu jenis awal kompetisi ini diadakan. Hasil karya kendaraan peserta diuji kemampuannya melaju hanya dengan satu liter bahan bakar.

2. Driver World Championship, yaitu kompetisi tim Urban-Concept mengikuti balapan demi meraih gelar juara pengemudi terhandal yang paling efisien berkendara di dunia.

Indonesia Merajai Driver World Champioship Singapore 2018

"Saya tak percaya dapat memenanginya - kerja keras selama berbulan-bulan akhirnya telah membuahkan hasil." Demikian keterangan Tito Setyadi yang dikutip dari ruang media Shell.

Tito Setyadi Wiguna adalah mahasiswa Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Bersama tim Semar Urban UGM, ia mampu merengkuh juara pertama di ajang Driver World Championship regional Asia-Pasifik tahun ini.
Tito Setyadi Wiguna diarak oleh rekan Tim Semar Urban UGM. Dok: Shell.co.id


Tito Setyadi Wiguna harus bersaing bersama pembalap dari tim universitas lainnya yang tersebar dari 18 negara asia-pasifik dan timur tengah. Ia terus berusaha sebaik mungkin menaklukkan lintasan yang dibuat di atas aspal Changi Exhibition Center.

Lintasan balap Driver World Championship Singapore berada di pinggir laut. Cerah dan hangat; berbanding terbalik dengan desain urban-concept kendaraan Tito berbentuk seperti helm Lord Vader dalam nuansa warna yang sama, hitam. Namun, bentuknya unik serta aerodinamis. Dengan lincahnya, mobil berhasil menyelesaikan 9 putaran dan menyisakan 0,9 persen bahan bakar.

Di ruang media Shell, ia mengakui telah melakukan latihan sekian lama dengan mobil Semar Urban 3.0. Hal itu demi terciptanya kedekatan antara pengemudi dan kendaraan yang dibawanya. Namun kekompakan tim, dan strategi dalam perlombaan menjadi salah satu unsur penting hingga ia dapat selesai di tempat pertama. 

"Kami berpikir keras untuk menghasilkan sesuatu yang dapat membuat kecepatan dan efisiensi energi menjadi seimbang, sesuai dengan rata-rata tuntutan para pengemudi di jalan, dan kami merasa senang dapat mencapainya," tambah Tito.

Darwin Silalahi, selaku Chairman dan President Director PT. Shell Indonesia ikut berbangga dengan raihan Tito Setyadi Wiguna. Pria yang menjadi Chairman Shell Indonesia itu menyempatkan diri mengunjungi paddock ke-26 tim mahasiswa Indonesia, salah satunya tim Semar Urban UGM. 

Dari hasil kunjungannya ia mengakui bahwa mereka (mahasiswa Indonesia) pada dasarnya memiliki modal untuk menjadi pemenang di era revolusi industri 4.0.
Semar Urban 3.0 berhasil finish pertama. Dok: Shell.co.id


Di belakang Tito, finish pula Muhammad Hafiz Habibi dari ITS Team 2 - Institut Teknologi Surabaya, dan Fauzi Achmad Prapsita dari Garuda UNY Eco Team - Universitas Negeri Yogyakarta. Masing-masing mereka merengkuh juara 2 dan 3 pada lomba balapan itu dengan menyisihkan 122 peserta.

"Selamat kepada tiga tim Indonesia yang berhasil menjadikan All Indonesian Team sebagai juaran di DWC Asia. Kita semua sangat bangga dengan pencapaian luar biasa ini. Bukti nyata dan inspiratif bahwa anak-anak muda Indonesia memiliki talenta dan kemampuan yang sangat kompetitif tidak hanya di regional, tetapi juga global." Sambut Darwin Silalahi.

Ketiga tim urban-concept dari Indonesia tersebut sukses menguasai seluruh podium Driver World Championship Singapore 2018, yang diselenggarakan pada 11 Maret kemarin. 

Dengan demikian, seluruh perwakilan Indonesia akan bersiap menghadapi tim-tim urban-concept terbaik dari Amerika dan Eropa di ajang Grand Final Driver World Championship pad 5-8 Juli, di London, Inggris, nanti.

Hadiah utama segera menanti pemenang Global dalam bentuk pengalaman sekali seumur hidup, yaitu: berkunjung ke markas Scuderia Ferrari, Italia.


0 komentar: